PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat masa kini
dituntut untuk menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah (problem solving
approach) di dalam memberikan asuhan keperawatan. Metode ini dilaksanakan
dengan cara menggunakan proses keperawatan dalam semua aspek layanan
keperawatan. Untuk dapat menerapkan proses keperawatan, maka perawat harus
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan mengkaji, merumuskan diagnosa
keperawatan, memformulasi rencana dan melaksanakan tindakan keperawatan dan
membuat evaluasi.
Pengkajian
merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan, dimana pada tahap ini perawat
melakukan pengkajian data yang diperoleh dari hasil wawancara, laporan teman
sejawat, catatan keperawatan atau catatan kesehatan yang lain dan pengkajian
fisik.
Pengkajian
fisik dalam keperawatan pada dasarnya menggunakan cara-cara yang sama dengan
pengkajian fisik kedokteran yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pengkajian fisik kedokteran biasanya dilakukan dan diklasifikasikan menurut
sistem tubuh manusia di mana tujuan akhirnya adalah untuk menentukan penyebab
penyakit dan menentukan penyakit yang diderita pasien. Pengkajian fisik
keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan mpdel keperawatan yang
berfokus pada respon yang ditimbulkan pasien akibat adanya masalah kesehatan
atau dengan kata lain pengkajian fisik keperawatan.
Salah satu tantangan paling sulit untuk
pemeriksaan tubuh ialah pada kelompok anak-anak. Maka dari itu, makalah kami
akan membahas tentang pemeriksaan fisik sistem pencernaan pada anak.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah pemeriksaan fisik
sistem pencernaan pada anak?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara pemeriksaan fisik
sistem pencernaan pada anak.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan timbul dari pembuatan makalah
ini,diantaranya adalah :
1.
Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan,
serta dapat mengaktualisasikannya.
2.
Bagi Pembaca
Diharapkan
dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
3.
Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan
dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat dijadikan media pembanding
serta referensi dalam penulisan karya tulis ilmiah selanjutnya.
BAB 2
KONSEP TEORI
2.1 Definisi
Pengkajian pemeriksaan fisik dilakukan
dari bayi, anak-anak, remaja sampai dewasa. Pengkajian pada anak dilakukan
bertujuan untuk memperoleh data status kesehatan anak serta dapat dijadikan
sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis. (Hidayat,
2008)
2.2 Sistem Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan
saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh
tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran)
dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
Susunan saluran pencernaan terdiri dari:
1.
Oris (mulut)
2.
Faring (tekak)
3.
Esofagus (kerongkongan)
4.
Ventrikulus (lambung)
5.
Intestinus minor (usus halus)
6.
Intestinum mayor (Usus besar
7.
Rektum
8.
Anus
2.3 Pemeriksaan Fisik pada Anak
2.3.1
Pemeriksaan
pada Masa Kanak-Kanak Awal
Salah
satu tantangan paling sulit yang dihadapi oleh tenaga kesehatan dalam meriksa
anak pada kelompok umur ini adalah menghindari perlawanan fisik, yaitu anak
yang meronta-ronta atau orang tua yang khawatir. Penyelesaian tantangan ini
dengan hasil yang baik akan memuaskan semua pihak.
Mendapatkan
kepercayaan dari anak yang akan diperiksa dan menghilangkan rasa takutnya harus
sudah dimulai sejak awal pertemuan. Cara pendekatan ini bervariasi tergantung
keadaan pada saat anak dibawa berobat. Kunjungan supervisi kesehatan pada
seorang anak yang sehat lebih memudahkan pembentukan hubungan yang baik
daripada kunjungan pada anak yang menderita penyakit akut.
Membiarkan anak tetap berpakaian
selama anamnesis akan mengurangi kekhawatirannya. Cara ini juga memudahkan Anda
untuk berinteraksi seacara lebih wajar dan mengamati anak tersebut ketika
sedang bermain, berinteraksi dengan orang tuanya, dan pada saat pakaiannya
ditinggalkan serta dipakaikan kembali.
Anak yang baru bisa berjalan
(toddler) yang baru berusia 9-15 bulan mungkin memiliki kecemasan terhadap
orang asing, yaitu perasaan takut terhadap orang-orang yang tidak dikenalnya,
dan keadaan ini secara tumbuh-kembang merupakan hal yang normal. Rasa cemasnya
terhadap orang asing akan memberikan tanda berkembangnya kewaspadaan anak yang
menyadari bahwa orang asing itu adalah sesuatu yang “baru” baginya. Anda tidak
boleh mendekati anak ini dengan tergesa-gesa. Pastikan bahwa anak tersebut
tetap tenang di pangkuan orang tuanya selama sebagian besar pemeriksaan.
2.3.2
Pemeriksaan
pada Masa Kanak-Kanak Pertengahan
Biasanya
tenaga kesehatan akan menemukan sedikit kesulitan ketika memeriksa anak setelah
mereka mencapai usia sekolah. Walaupun sebagian mungkin pernah mengalami
kenangan yang tidak mengenakkan ketika menjalani pemeriksaan kesehatan
sebelumnya, kebanyakan anak akan menunjukkan respon baik kalau si pemeriksa
dapat menyesuaikan pemeriksaannya dengan tingkat perkembangan anak itu. Banyak
anak dalam kelompok umur ini berusaha untuk bersikap sopan. Karena itu,
sebaiknya gaun periksa disediakan sebagai pengganti pakaian, dan pakaian dalam
bisa tetap dikenakan sampai pelepasannya diperlukan. Membiarkan anak
menanggalkan pakaiannya sendiri di balik tirai merupakan pendekatan yang juga
membantu.
Pertimbangkan
untuk meninggalkan kamar ketika anak berganti pakaian dengan dibantu oleh orang
tuanya. Sebagian anak mungkin lebih suka jika saudaranya yang berbeda jenis
kelamin keluar dari tempat ganti pakaian; namun, kebanyakan anak ingin agar
orang tuanya baik ayah maupun ibunya tetap tinggal bersamanya. Orang tua dengan
anak yang usianya kurang dari 11 tahun harus tetap mendampingi anak mereka.
Kini, mulai lakukan pemeriksaan dengan urutan seperti yang digunakan dalam
pemeriksaan pasien dewasa. Sebagaimana pada pasien dengan usia berapa pun,
bagian yang sakit harus diperiksa paling akhir.
Beritahukan
dahulu kepada anak itu bagian tubuh mana yang akan diperiksa. Jika anak menolak
pemeriksaan pada bagian tersebut, Anda dapat kembali kepada bagian ini pada
saat akan mengakhiri pemeriksaan.
2.4 Pemeriksaan Fisik Sistem Pencernaan
pada Anak
2.4.1
Pemeriksaan
Mulut
Bagi anak yang cemas atau anak kecil,
mungkin anda ingin melakukan pemeriksaan mulut dan faring, pada saat mengakhiri
pemeriksaan fisik karena pemeriksaan kedua bagian tersebut paling banyak membutuhkan
bantuan orang tua untuk memegang anaknya. Anak kecil yang kooperatif mungkin
akan merasa lebih enak duduk di pangkuan orang tuanya saat menjalani
pemeriksaan tersebut.
Anak
yang mau berkata “ahh” biasanya akan memberi kesempatan (sekalipun singkat)
untuk melihat faring posterior sehingga penggunaan spatel lidah tidak
diperlukan. Anak yang sehat akan lebih kooperatif dengan pemeriksaan ini
dibanding anak yang sakit, khususnya jika anak yang sakit itu melihat spatel
lidah atau sudah pernah mengalami pengambilan spesimen untuk kultur tenggorok.
Ada
cara khusus untuk membuat anak membuka mulutnya:
·
Buatlah pemeriksaan ini menjadi suatu
permainan.
-
“Sekarang coba lihat apa yang ada dalam
mulutmu.”
-
“Coba apa kamu bisa menjulurkan lidah
seluruhnya!”
-
“Saya bertaruh kamu tidak bisa membuka
mulutmu lebar-lebar!”
-
“Coba saya lihat apa yang ada dalam
gigimu.”
·
Peragakan pemeriksaan ini pertama-tama
pada kakaknya (atau bahkan pada orang tuanya).
·
Berikan pujian yang antusias yang
mendorongnya untuk membuka mulutnya sedikit dan kemudian coba membujuknya untuk
membuka mulutnya lebih lebar lagi!.
·
Jangan memperlihatkan spatel lidah
kepada anak kecuali jika diperlukan.
Jika akan menggunakan spatel lidah, teknik yang
terbaik adalah dengan mendorong spatel
tersebut ke bawah dan sedikit menariknya ke depan (seraya ditekan) ke arah diri
Anda sementara anak mengatakan “ahhh”. “Hati-hati jangan sampai meletakkan
spatel terlalu belakang pada lidah karena akan memicu reflek muntah. Tindakan
ini memungkinkan Anda mendorong lidah ke bawah atau memicu refleks muntah yang
membuat Anda dapat melihat sekilas keadaan faring posterior serta tonsilnya.
Ingatlah bahwa tindakan memaksa tanpa rencana dengan mencoba meregangkan gigi
depannya hanya akan menghasilkan kegagalan dan mematahkan spatel tersebut, dalam keadaan ini diperlukan bantuan orang tua
yang direncanakan dengan seksama.
Untuk
gigi, cari abnormalitas pada posisi gigi. Dengan cara meminta anak mengatupkan
kedua baris giginya dan menggigit sebagian bibirnya. Perhatikan gigitan yang
sesungguhnya. Pada anak yang normal, gigi bawah akan berada di dalam lengkung
yang dibentuk oleh barisan gigi sebelah atas.
Lakukan
inspeksi lidah dengan seksama termasuk sebelah bawahnya. Sebagian besar anak
senang menjulurkan lidahnya di hadapan Anda, menggerakkan lidahnya ke samping
dari sudut mulut yang satu ke sudut lainnya, dan memperagakan warnanya (lidah
berawarna biru yang terlihat biasanya disebabkan oleh kembang gula yang
dimakannya).
Perhatikan
ukuran, posisi, kesimetrisan dan penampakan tonsil. Pertumbuhan puncak jaringan
tonsilar terjadi pada usia anatara 8 dan 16 tahun. Ukuran tonsil bervariasi
cukup luas pada anak dan sering kali digolongkan dalam skala 1+ hingga 4+,
angka 1+ menunjukkan adanya celah yang terlihat jelas diantara kedua tonsil dan
angka 4+ memperlihatkan bahwa kedua tonsil saling menyentuh pada garis tengah
ketika mulut dibuka lebar-lebar. Tonsil pada anak sering terlihat lebih
obstruktif daripada kenyataan yang sebenarnya. Biasanya tonsil pada anak
memiliki kripta yang dalam pada permukaannya di dalam kripta ini sering
terdapat endapan berwarna putih atau partikel-partikel makanan yang menonjol
keluar dari dalam kripta. Keadaan ini tidak menunjukkan penyakit.
Pemeriksaan
mulut dilakukan untuk menentukan ada tidaknya trismus yang merupakan kesulitan
membuka mulut, halitosis yang merupakan bau mulut tidak sedap karena personal
higiene yang kurang, serta labioskisis di mana keadaan bibir tidak simetris.
Pemeriksaan selanjutnya adalah gusi yang dapat ditentukan dengan melihat adanya
edema atau tanda-tanda peradangan. Pemeriksaan lidah juga dapat dilakukan untuk
menilai apakah terjadi kelainan kongenital atau tidak. Kelainan ini dapat
berupa adanya makroglosia (lidah
yang terlalu besar), mikroglosia (lidahnya
terlalu kecil), dan glosoptosis (lidah
tertarik ke belakang). Selanjutnya juga dapat diperiksa ada tidaknya tremor lidah
dengan cara menjulurkan lidah.
Pemeriksaan
gigi perlu dilakukan khususnya pada anak, di mana kadang-kadang gigi tumbuh dan
mudah lepas. Perkembangan gigi susu mulai tumbuh pada usia lima bulan, tetapi
kadang-kadang satu tahun. Pada usia tiga tahun kedua puluh gigi susu akan
tumbuh. Kelainan yang dapat ditemukan pada gigi antara lain adanya karies
dentis yang terjadi akibat infeksi bakteria. Dalam pemeriksaan ini juga dapat
diketahui adanya hipersalivasi pada anak, hal ini terjadi kemungkinan akibat
gigi anak akan tumbuh atau karena adanya proses peradangan yang lain.
Pemeriksaan
faring dilakukan untuk melihat adanya hiperemia, edema, serta adanya abses baik
retrofaringeal maupun peritonsilar. Adanya edema faring umumnya ditandai dengan
mukosa yang pucat dan sembap. Pada difteri dapat ditemukan adanya bercak putih
abu-abu (pseudomembran).
2.4.2
Pemeriksaan
Abdomen
Anak kecil dan anak yang baru bisa
berjalan (toddler) umumnya memiliki abdomen yang membuncit, dan sebagian besar
terlihat pada saat berdiri. Pemeriksaan abdomennya dapat dilakukan dengan
mengikuti urutan pemeriksaan pada orang dewasa kecuali anda harus melakukan
berbagai trik untuk mengalihkan perhatian anak ketika menjalani pemeriksaan.
Sebagian besar anak merasa geli ketika
anda menaruh tangan anda untuk pertama kali pada perut mereka untuk melakukan
palpasi. Reaksi ini cenderung menghilang, terutama jika anda dapat mengalihkan
perhatian anak dengan bercakap-cakap dengannya dan meletakkan seluruh tangan
anda pada permukaan perutnya selama bebrapa saat tanpa berusaha untuk
memeriksanya. Bagi anak yang sangat sensitif dan mengencangkan otot-otot
perutnya, anda dapat memulai palpasi dengan menaruh tangan anak dibawah tangan
anda seperti terlihat dalam foto. Akhirnya, anda akan dapat mengangkat
tangannya dan melakukan palpasi abdomen dengan bebas.
Poto
Anda
dapat pula mencoba melakukan fleksi .......... pada sendi lutut dan pangkal
pahanya untuk membuat dinding perutnya lemas. Lakukan palpasi yang ringan pada
semua daerah abdomen, kemudian lanjutkan dengan palpasi yang dalam sementara
lokasi yang mungkin patologis dibiarkan dahulu untuk dipalpasi paling akhir.
Untuk
menemukan nyeri tekan pada abdomen, minta anak untuk memberi tahu anda daerah
mana yang terasa nyeri ketika disentuh dan perhatikan bagaimana perubahan
ekpresi wajah anak tersebut atau apakah ia menangis ketika anda menyentuhnya.
Pemeriksaan rektal
Pemeriksaan rektal (rectal toucher,
pemeriksaan colok dubur) bukan merupakan bagian dalam pemeriksaan pediatrik
yang rutin, tetapi harus dilakukan jika terdapat kecurigaan terhadap
kemungkinan adanya penyakit intra abdomen, pelvik atau perirektal.
Pemeriksaan rektal pada anak kecil dapat
dilakukan dengan posisi anak berbaring pada sisi tubuhnya atau dalam posisi
litotomi. Bagi banyak anak kecil, posisi litotomi bukan merupakan posisi yang
menakutkan dan posisi ini lebih mudah dilakukan. Minta anak untuk berbaring
terlentang dengan melakukan fleksi pada sendi pangkal paha serta lututnya,
sementara kedua tungkai diabduksikan. Tutupi tubuh anak dari pinggang ke bawah
dengan kain penutup. Berikan terus perkataan yang menenangkan hatinya selama
pemeriksaan dilaksanakan, dan minta anak untuk menarik serta mengeluarkan
napasnya lewat mulut untuk membuatnya rileks. Regangkan kedua gluteusnya dan
lakukan pengamatan terhadap keadaan anus. Walaupun pada anak kecil, anda dapat
menggunakan jari telunjuk yang sudah bersarung tangan dan diberi pelumas untuk
pemeriksaan rektal tersebut. Lakukan palpasi abdomen dengan tangan yang lain,
tindakan ini perlu dikerjakaan untuk mengalihkan perhatian anak ataupun untuk
mengetahui struktur abdomen yang teraba diantara kedua tangan anda. Kelenjar
prostat tidak dapat dipalpasi pada anak laki-laki kecil.
Pada
anak perempuan, pemeriksaan rektal sangat berguna untuk menemukan nyeri tekan
atau massa. Pemeriksaan rektal pada anak perempuan yang lebih besar dan sedang
menjalani pemeriksaan pelvik harus dilakukan sebagaimnaan yang dikerjakan pada
pasien dewasa.
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM
GASTROENTEROLOGI PADA ANAK
PEMERIKSAAN
|
LANGKAH KLINIK TINDAKAN
|
MULUT
|
INSPEKSI
DAN PALPASI
1. Posisikan
klien duduk berhadapan ke arah pemeriksa
2. Observasi
tanda Trismus atau kesukaran membuka mulut paling sering terdapat
tetanus, infeksi /abses di sekitar mulut.
3. Ukur
berapa mm atau cm mulut dapat dibuka (diukur dari ujung gigi seri atas dan
bawah) supaya dapat membandingkan pada pemeriksaan berikutnya
4. Observasi
adanya Halitosis (foetor ex ore, bau mulut yang tidak sedap) dapat disebabkan
karena hygine gigi dan mulut yang buruk, muntah, dehidrasi, darah dalam mulut
,demam tifoid, serta setelah makan makanan yang berbau.
·
Pada keracunan jengkol tercium
bau yang khas
·
Pasien yang uremia berbau ammonia
5. Observasi
warna dan keadaan mukosa bibir
·
Bibir kering atau pecah-pecah
·
Warna pucat tanda anemia
·
Warna biru keabu-abuan tanda
sianosis
·
Warna merah anggur asidosis
mukosa bibir
·
Pada syndrome Peutz-Jeghers
terdapat bercak pigmentasi berbatas tegas yang berwarna biru-hitam atau
coklat di mukosa bibir, mulut, hidung dan kadang di sekitar mata
6. Periksa
labio schizis
7. Periksa
gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan.
·
Peradangan ditandai dengan
bengak, nyeri dan muntah berdarah, seperti gingivitis, abses periapikal
(bisul gusi)terdapat pada basis gigi, baik pada sisi pipi maupun sisi lidah,
sering disertai nanah yang mengalir.
8. Tekan
pangkal lidah dengan menggunakan spatel hasil positif bila ada refleks muntah
(Gags refleks)
9. Perhatikan
ovula apakah simetris kiri dan kanan
10. Tekan
lidah dapat menggunakan spatel, dan anjurkan mengatakan “AH” dan perhatikan
ovula apakah terangkat
11. Pemeriksaan
nervus VII(facialis) sensoris
a. Tetesi
bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, kemudian menentukan zat apa yang
dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeriksaan Nervus IX
b. Pemeriksaan
Nervus XII Hipoglosus
c. Menyuruh
pasien untuk menjulurkan lidah lurus-lurus kemudian menarik dengan cepat dan
disuruh menggerakkanlidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa
melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah
d. Rooting
refleks: bayi akan mencari benda yang diletakkan di sekitar mulut dan
kemudian akan mengisapnya.
Dengan
memakai sarung tangan, masukkan sarung tangan, raba palatum keras dan lunak
apabila ada lubang berarti labio plato shizis, kemudian taruh jari kelingking
diatas lidah, hasil positif jika ada refleks mengisapnya (Sucking Refleks)
|
GIGI-GELIGI
|
Gigi Susu
Pada
bayi baru lahir kadang-kadang sudah terdapat 1atau 2 gigi yang mudah sekali
dilepas. Rata-rata tumbuhnya gigi susu adalah sebagai berikut:
-
2 insisor sentral bawah 5-10
bulan
-
2 insisor sentral atas 8-10 bulan
-
2 insisor lateral atas 9-13 bulan
-
2 insisor lateral bawah 10-14
bulan
-
2 molar pertama bawah 13-16 bulan
-
2 molar pertama atas 13-17 bulan
-
4 kuspid 12-22 bulan
-
4 molar kedua 24-30 bulan
Keterlambatan
pertumbuhan gigi terdapat pada hipertiroidisme dan hipopituitarisme.
Gigi Tetap
Waktu
eripsi gigi biasanya sebagai berikut:
Molar pertama 6-7
tahun
Insisor 7-9 tahun
Premolar 9-11 tahun
Kaninus 10-12 tahun
Molar kedua 12-16
tahun
Molar ketiga 17-25
tahun
·
Maloklusi ialah posisi gigi yang
abnormal terhadap rahang.
·
Posisi gigi yang baik adalah
hasil kombinasi kekuatan otot-otot bibir, pipi dan lidah.
·
Pada anak dengan labio-palato-gnatoskisis atau mikrognatia, kekuatan tersebut
tidak seimbang sehingga terjadi malposisi dan maloklusi gigi.
|
SALIVA
|
Observasi
adanya pengeluaran saliva yang berlebihan pada neonatus, seperti pada atresia esophagus. Saliva yang
terkumpul di mulut akibat kesulitan menelan terdapat pada kelumpuhan N.IX dan
X terutama akibat poliomielitis (penyakit virus yang sangat mudah menular dan
menyerang sistem saraf, khususnya pada balita yang belum melakukan vaksinasi
polio) , difteria (infeksi bakteri yang memiliki efek serius
pada selaput lendir hidung dan tenggorokan), atau miastenia(penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang
menghasilkan kelemahan otot).
|
FARING
|
1.
Perhatikan dinding posterior
faring apakah terdapat hiperemia, edema, membran, eksudat, abses, atau post
nasal drips
· Penyakit
infeksi saluran napas bagian atas, dinding faring berwarna kemerah-merahan
· Edema
faring di tandai dengan mukosa yang pucat dan sembab
· Infeksi
difteria memberikan bercak putih abu-abu yang sulit di angkat, dan bila di
paksa di angkat akan mudah berdarah (pseudomembran)
· Ulserasi
dapat di lihat pada penyakit leukemia atau dengan pengobatan sitostatika
· Post
nasal drips menunjukkan terdapatnya infeksi pada hidung, nasofaring, atau
sinus paranasalis
· Abses
retrofaringeal biasanya terdapat pada bayi dengan tampak sakit berat,
bernafas dengan mulut dengan atau tanpa stridor
· Kaku
kuduk dapat terjadi dan biasanya pasien tidur dengan kepala mengadah atau
miring kesatu sisi
1. Perhatikan
tonsil dan nyatakan besarnya dalam T0, T1, T2, atau T3
2. Perhatikan
adanya kripti, detritus, hiperemia, ulserasi, membran atau bercak-bercak
perdarahan. Pada bayi dan anak tonsil relatif besar di bandingkan dengan
rongga faring, bila terdapat infeksi lebih membesar dan kembali ke ukuran
semula dalam waktu 2-3 minggu
3. Pasien
tampak sering menelan ludah
4. Buka
mulut bayi atau anak dan perhatikan apakah ada tonsil terlihat terdorong ke
depan, sedangkan uvula terdorong ke sisi yang sehat.
|
ABDOMEN
|
INSPEKSI
Ukuran
dan bentuk perut
1.
Posisikan anak dalam keadaan
berdiri lalu perhatikan bentuk perut. Karena otot abdemen anak masih tipis
dan waktu berdiri anak kecil cenderung menunjukkan posisi lordosis, maka
perut anak kecil tampak agak membuncit ke depan (pot belly)
2.
Perhatikan kesimetrisan perut
·
Buncit yang simetris terdapat
pada keadaan otot perut yang hipotonik atau atonik, misal pada hipokalamia,
hipotiroidea, atau rakitis, penimbunan lemak dinding perut, trauma atau
perforasi usus, asites, atau pada ileus obstruktif letak rendah
·
Pada asites yang jumlahnya sedang
atau banyak, dalam posisi telentang perut melebar ke lateral seperti perut
kodok
·
Buncit yang asimetris di sebabkan
oleh perut yang paralitik misalnya pada pembesaran organ intra abdominal
aerofagia akibat banyak menangis, konstipasi, ileus obstruksi tinggi yang di
menyebabkan pembesaran perut di daerah epigastrium atau kuadran atas perut
·
Perut yang cekung (skafoid) pada
posisi telentang tampak pada bayi baru lahir dengan hernia diafregmatika,
anak dengan malnutrisi, dan dehidrasi berat.
Dinding perut
Kulit
perut yang tampak meregang dan tipis pada ansietas akan menjadi keriput bila
asites menghilang. Kulit perut yang keriput dapat di lihat pada anak dengan
malnutrisi serta penurunan tekanan intraabdominal yang terjadi mendadak oleh
penyebab lainya. Pada bayi dan anak normal umbilicus tampak tertutup dan
berkerut. Hernia umbilikus dapat di temukan pada anak sampai umur 2 tahun.
Gerakan Dinding Perut
1. Perhatikan
gerakan dinding abdomen
-
Apabila gerakanya berkurang
dicurigai terdapat keadaan abdomen akut akibat rasa nyeri, pada ileus
paralitikus atau paralisis diafragma, dan pada asites yang sangat besar.
-
Bila gerakan dinding perut lebih
mencolok daripada gerakan dinding dada pada anak di atas usia 6-7 tahun harus
di curigai adanya kelainan paru.
2. Observasi
peristaltik usus
3. Arahkan
lampu tegak lurus pada dinding perut
4.
Pemeriksa mengamati dengan posisi
mata setinggi perut pasien
5.
Peristaltik mungkin dapat di
lihat pada bayi prematur atau anak yang sangat kurus
6.
Pada keadaan patologis seperti
obstruksi traktus Gastrointestinal peristaltik dapat dengan mudah terlihat
7.
Perhatikan lokasi terdapatnya peristaltic untuk memberi petunjuk lokasi
abtruksi
·
Peristaltic yang melintang di
daerah epigastrium pada bayi samapi berumur 2 bulan disebabkan oleh spasme
atau setenosis pilarus
·
Peristaltic member gambar seperti
tangga disebabkan oleh obstruksi usus.
AUSKULTASI
1. Pasien
berbaring terlentang
2. Auskultasi
abdomen dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop di atas mid-abdomen
sementara periksa mendengarkan bunyi usus
3. Dalam
keadaan normal suara peristaltic terdengan sebagai suara yang intensitasnya
rendah dan terdengar tiap 10-30 detik
·
Nada peristaltic akan berupa
menjadi tinggi (nyaring) pada abstruksi traktus gastrointestinal (bunyi
metalik ) , frenkuensi bertambah pada
gastroterintis, berkurang atau bahka hilang peritonitis atau iluesparalitikus.
4. Bising
(briants) terdengar di seluruh permukaan perut pada koarktasio aorta
abdominilis
5. Pada
daerah ginjal dibagian posterior abdomen pada pasien hipertensi
6. Terdengarnya
dengung vena (denaus hum) menandakan terjadinya obtruksi vena porta
7. Suara
booming atau pistol shot serta bising kontinu di a. femoralis (tanda
durosiez) merupakan tanda infusiensi aorta, duktus persisten, atau keadaan
lain yang menyebabkan tekanan nadi besar.
PERKUSI
Perkusi
abdomen
1. Pasien
berbaring terlentang
2. Keempat
kuadran abdomen dipriksa dengan perkusi
3. Perkusi
dilakukan dari daerah epigastrium secara sistematik menuju kebagian bawah
abdomen
4. Perkusi
abdomen dalam keadaan normal terdengar bunyi timpani diseluruh permukaan
abdomen. Kecuali didaerah hati dan limpa
·
Bunyi timpani yang abnormal dapat
didengar pada keadaan abtruksi saluran gastrointestinal yang terletak rendah,
ileus paralitikus, atau aerovagia
5. Perkusi
abdomen ditunjukan untuk mementukkan adanya cairan bebas (asites ) atau udara
didalam rongga abdomen
6. Perkusi
dapat dilakukan untuk menentukan batas hati, serta batas-batas massa
intraabdominal
7. Terdapat
empat cara untuk mendeteksi terdapatnya asiles, yakni :
a. Posisi
anak terlentang, dilakukan perkusi sistematik dari umbilicus ke araah lateral
dan bawah untuk mencari batas berupa garis konkaf antara daerah yang timpani
dengan daerah pekak yang terdapat bila ada asites
b. Menentukan
adanya daerah redup yang berpindah (saftingdullness) dengan melakukkan
perkusi dari umbilicus kesisi perut untuk mencari daerah redup aatau pekak,
daerah redup ini akan menjadi timpani apabila anak berubah posisi dengan cara
memiringkan pasien
c. Menentukkan
adanya gelombang cairan (fluid …./) atau disebut cara undulasi. Cara ini
dilakukan pada asites yang sangat banyak serta dinding abdomen yang tegak
·
Pasien dalam keadaan terlentang
·
1 tangan pemeriksa diletakkan
pada satu sisi perut
·
Pasien, sedangkan cari tangan
satunya mengetuk ngetuk dinding perut sisi lainya
·
Sementara itu dengan batuan orang
lain gerakan yang di antarkan melalui dinding abdomen pasien dengan sedikit
menekan
·
Pada gelombang asites dapat
dirasakan gelombang cairan pada tangan pertama. Gelombang juga dapat
didengarkan dengan stetoskop
d. Menentukkan
daerah yang redup yang bagian terendah perut pada posisi anak tengkurap dan
menungging (knee chest possition). Ini dilakukkan pada anak besar dengan
asites sedikit (pudelesiign)
PERKUSI
HATI
1. Batas
hati diperkusi di garis midklsvikula kanan, di mulai dari pertenggahan dada
2. Ketika
perkusi dilakukkan dari dada dari atas kebawah, bunyi resonan dada menjadi
redup ketika mencapai hati
3. Kalau
perkusi dilanjutkan kea rah bawah akan didapatkan bunyi pekak hati
·
Pekak hati akan hilang apabila
terdapat udara bebas dalam rongga abdomen, disebut pneumoperitonium yang
dapat disebabkan oleh perforasi usus atau trauma tusuk
PALPASI
1. Pada
anak yang sudah mengerti, dapat dilakukkan pembicaraan dengan topic kira-kira
disukai oleh anak
2. Anak
yang koperatif dapat dimintai untuk menarik nafas dalam di samping menekuk
lututnya dan berbaring dengan bantal tipis. Dengan cara ini otot perut akan
lemas sehingga palpasi lebih mudah dilakukan
3. Anak
yang belum dapat berbicara dapat diperiksa saat ia minum susu botol atau
sambil diperlihatkan mainan.
4. Sebelum
melakukan palpasi kedua telapak tangan harus saling digosokkan untuk
menghangatkannya.
5. Palpasi
dapat dilakukan secara monomanual (satu tangan) atau bimanual (2tangan)
6. Tehnik
bimanual sebagai berikut :
a.
Tangan kanan pemeriksa diletakkan
pada permukaan perut dan tangan kiri diletakkan dibawah pinggang kanan atau
kiri pasien.
b.
Tangan kiri pemeriksa agak mengangkat
pinggang pasien agar alat di dalam rongga abdomen lebih mudah diraba.
7. Palpasi
dilakukan dengan sebuah jari tangan dimulai dari kuadran kiri bawah,
dilanjutkan secara sistematis ke kuadran kiri atas, lalu ke kanan atas, dan
terakhir ke kanan bawah.
8. Pada
anak yang sudah cukup besar yang dapat menunjukkan lokasi nyeri, palpasi
dilakukan pada bagian yang tidak sakit lebih dahulu kemudian ke bagian yang
skit.
9. Penekanan
pada palpasi harus dimulai dengan ringan atau super fisial, dilanjutkan
dengan palpasi yang lebih dalam.
10. Untuk
palpasi dalam dilakukan dengan kedua tangan yangh saling bertopangan.
Ketegangan dinding perut dan nyeri tekan :
1.
Terdapatnya nyeri dapat dilihat
dari perubahan mimik anak ataupun perubahan nada tangis pada palpasi biasa.
2.
Lokalisasi nyeri dapat ditentukan
dengan terdapatnya nyeri lepas, caranya :
·
Melihat reaksi pasien bila
pemeriksa melepaskan secara tiba-tiba palpasi dalam pada daerah yang jatuh
dari lokalisasi nyeri yang dicurigai.
3.
Lokalisasi nyeri dan penyebabnya
:
a.
Nyeri pada bagian baawah perut
disebabkan oleh gastroenteritis atau obstruksi intestinal.
b.
Nyeri kuadran kanan bawah
disebabkan oleh apendiksitis atau abses apendiks.
c.
Nyeri kuadran kanan atas
disebabkan oleh organ hati yang membesar dengan cepat atau hepatitis.
d.
Nyeri kuadran kiri atas
disebabkan oleh limpa yang membesar atau invaginasi.
e.
Nyeri di atas umbilicus
disebabkan oleh gastroenteritis, ulkus peptikum atau ulkus duodeni.
f.
Nyeri dibagian tengah dibawah
umbilicus disebabkan oleh sistisis.
g.
Nyeri perut yang tidak menentu tempatnya
dapat disebabkan peritonitis.
Palpasi Organ Intraabnominal
HATI
1. Hati
dapat dipalpasi secara monomanual atau bimanual
2. Kebanyakan
pemeriksa melakukan palpasi hati dengan menggunakan ujung jari.
3. Untuk
melakukan pengukuran besarnya hati, digunakan patokan 2 garis, yakni :
a.
Garis yang menghubungakan pusat
dengan titik potong garis midvlikularis kanan dengan arkus kosta.
b.
Garis yang menghubungkan pusat
dengan prosesus xifoideus.
LIMPA
1. Cara
palpasi limpa mirip dengan palpasi hati, dapat dilakukan monomanual atau
bimanual.
2. Pada
neonatus, limpa mungkin masih teraba sampai 1-2cm dibawah arkus aorta karena
hematopoesisekstramedular yang masih berlangsung sampai anak umur 3 bulan.
3. Besarnya
limpa diukur menurut cara Schuffer,
YAITU :
a.
Jarak maksimum dari pusat ke garis
singgung pada arkus kosta kiri dibagi menjadi 4 bagian yang sama.
b.
Garis ini diteruskan ke bawah
sehingga memotong lipat paha, garis dari pusar ke lipat paha ini pun dibagi
menjadi 4 bagian yang sama.
GINJAL
1. Dalam
keadaan normal ginjal tidak dapat diraba kecuali pada neonatus.
2. Ginjal
yang membesar dapat diraba dengan cara ballottement
yang juga digunakan untuk meraba organ atau massa lain yang terletak
retroperitoneal, caranya :
a.
Pemeriksa meletakkan tangan kiri
dibagian posterior tubuh pasien sedemikian sehingga jari telunjuk berada di
angulus kostovertebralis.
b.
Kemudian jari telunjuk ini
menekan garis atau massa ke aats, sementara itu tangan kanan melakukan
palpasi secara dalam dari anterior dan akan merasakan organ atau massa
tersebut menyentuh.
c.
Kemudian ‘jatuh’ kembali, bila
letaknya retroperitoneal.
Massa Intraabdominal
1.
Massa tumor akibat stenosis
pylorus dapat diraba dengan palpasi dlam di daerah epigastrium pada waktu
bayi minum atau sesudah muntah.
2.
Massa ini seringkali teraba
seperti sosis di ujung lambung di garis tengah.
3.
Massa di daerah inguinal
mengingatkan kemungkinan hernia inguinalis.
4.
Secara hati-hati massa dapat di
dorong ke arah kranila untuk melihat apakah hernia dapat di masukan ke dalam
rongga abdomen (hernia reponibilis) ataukah tidak (hernia ireponibilis)
5.
Dengan jari kelingking mungkin
dapat dirabah cincin hernia
|
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
|
1.
Bila terdapat indikasi, memeriksa color dubur dilakukan dengan anak dalam posisi tengkurap dan
fleksi pada kedua sendi lutut.
2. Tangan memeriksa memakai sarung tangan dan yang
dipergunakan iyalah jari kelingking.
3. Bila anak sudah besar, iya di mintak untuk
kencing dulu.
4. Lokasi kelainan dinyatakan dengan merujuk pada
angka-angka pada jam
·
Titik yang paling fentral
terhadap pasien adalah angka 12, dorsal angka 6, sisi kiri pasien angka 3,
dan sisi kanannya angka 9.
5. Hal-hal yang harus di perhatikan iyalah
a.
Ada tidaknya anus
b.
Tonus sfingter. Normal, bertambah
atau berkurang
·
Tonus sfingter bertambah pada
stenosis ani yang akan menyebabkan konstipasi dan rasa sakit pada waktu
defekasi.
·
Tonus sfingter yang berkurang
dapat terjadi sekunder setelah oprasi anus imperforta yang menyebabkan
sfingter ani eksterna tidak berfungsi baik sehingga terjadi inkontinensia
alvi.
c.
Ada atau tidaknya bagian yang
menyempit atau yang melebar
·
Stenosi anorektal mungkin dapat
diraba berupa cincin jaringan ikat yang berdiameter 1-1/1-2 cm di atas anus.
Bila terdapat megakolon, maka jari pemeriksa merasakan bagian yang menonjol
sepanjang 2-5 cm sesudah anus disertai rektum yang ksosong
d.
Ada atau tidaknya fistula
·
Apabila terdapat fistula
rektovaginal, jari pemeriksa dapat masuk dari
rektum ke vagina
·
Bila terdapat fistula
rektouretral maka jari pemeriksa dapat masuk ke uretra
e.
Terdapatnya nyeri
·
Nyeri lokal terdapat pada fistula
ani atau lesi peradanngan di sekitar anus dan rectum
·
Sakit perut dapat dilokalisasikan
tempatnya dengan pemeriksaan colok dubur.
f.
Ada atau tidaknya feses di dalam rectum
·
Bila ada feses, observasi warna,
konstipasi, tercampur lender atau tidak, serta tercampur darah attau tidak
·
Anus dan rectum dapat tampak
distensi oleh feses pada konstipasi kronik
atau defek mental
·
Bila rektum terisi feses pada
penyakit aakut, seperti ileus paralitik
g.
Massa tumor
·
Massa yang menimbulkan nyeri
hebat di kuadran bawah mungkin terdapat
pada intususepsi
·
Pada apendisitis, abses apendiks
dapat diraba massa di kuadran kana bawah disertai nyeri
·
Dalam rektum mungkin dapat diraba
polip, massaa yang mendorong rektum ke depan biasanya ialah teratoma.
h.
Prostat
Pada umumnya prostat tidak dapat diraba
pada bayi dan anak kecil
Pada
pasien pubertas prekoks atau hyperplasia adrenal munngkin dapat di raba
prostat yang lebih besar dari 1 cm di garis tengah dinding anterior rektum.
|
BAB 4
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
1.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Crowin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi.
Jakarta: EGC.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC.
kusmana, f. (2016). diabetes insipidus - diagnosa dan terapi.
CDK , 43, 825 - 830.
Lyndon, S. (2014). Organ System : Visual Nursing,
Endokrin. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.
Price, S., & Wilson, L. (1994). Pathophysiology:
Clinical concept of disease processes. (a. P, Trans.) jakarta: EGC.
Komentar
Posting Komentar