ASKEP JIWA PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguanjiwa. Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (WHO, 2016).
      Prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Riskesdas, 2013).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah dengan memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat tuntuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, 2010)
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada pasien  perilaku kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal kegiatan. Diharapkan pasien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan akan dinilai tingkat kemampuan pasien dalam mengatasi masalahnya yaitu mandiri, bantuan, atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri, jika pasien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh; bantuan, jika pasien sudah melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan pasien dapat melaksanakan dengan baik; tergantung, jika pasien sama sekali belum melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat (Keliat, 2010).

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Apa definisi dari perilaku kekerasan?
1.2.2   Apa etiologi dari perilaku kekerasan?
1.2.3   Apa manifestasi klinis dari perilaku kekerasan?
1.2.4   Bagaimana patofisiologi perilaku kekerasan?
1.2.5   Bagaimana penatalaksanaan perilaku kekerasan?
1.2.6   Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien perilaku kekerasan?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahui definisi dari perilaku kekerasan.
1.3.2. Untuk mengetahui etiologi perilaku kekerasan.
1.3.3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari perilaku kekerasan.
1.3.4. Untuk mengetahui patofisiologi perilaku kekerasan.
1.3.5. Untuk mengetahui penatalaksanaan perilaku kekerasan.
1.3.6. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan perilaku kekerasan.
1.4  Manfaat
Manfaat yang diharapkan timbul dari pembuatan makalah ini, diantaranya adalah :
1.      Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya.
2.      Bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kepribadian yang baik untuk seorang perawat dalam menghadapi pasien dan keluarganya.






BAB 2

TINJAUAN TEORI DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

2.1  Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,baik secara fisik maupun psikologi. Berdasarkan definisi ini, prilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 2010)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau amarah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif. (Yosep, 2007)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif atau terkontrol. (Yosep, 2007) 

2.2  Etiologi
2.2.1  Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan. (Yosep, 2007):
1)   Faktor psikologis
a.   Psychoanalytical theory.
Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
b.   Frustration aggression theory.
Teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan mak akan timbul dodrongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancanguntuk melukai orang atau objek yang nmenyebabkan frustasi. jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
c.    Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini mengguanakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1.   Kerusakan otak organic, retardasi mental. Sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2.   Rejeki yang berlebihan pada masa kanak- kanak, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3.   Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
2)   Faktor social budaya.
Teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon- respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisiskan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat siterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3)   Faktor biologis.
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus. Perangsangan yang diberikan terutama pada nucleus periforniks hipotalamus. Jadi kerusakan fungsi sistem limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indera penciuman dan memori).
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamine, norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA.
Faktor yang mendukung:
1.   Masa kanak- kanak yang tidak menyenangkan.
2.   Sering mengalami kegagalan.
3.   Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
4.   Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

2.2.2  Faktor Presipitasi.
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injuri secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam , mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu baik perawat maupun klien harus bersama- sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.
Bila dilihat sudut perawat-klien, maka faktor pencetus terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yakni:
1.   Klien                    : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
2.   Lingkungan         : Kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi social. (Yosep, 2007)

2.3  Manifestasi klinis
1.      Muka merah
2.      Pandangan tajam
3.      Otot tegang
4.      Nada suara tinggi
5.      Berdebar dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6.      Memukul jika tidak senang
2.4  Patofisiologi
Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal. Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif & merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara Yaitu : Secara verbal, menekan dan menantang.
Bagan 1. Konsep Marah (Beck,Rawlins,Williams,1986,hal 447 dikutip oleh Keliat, 1991).

2.5  Penatalaksanaan
1)      Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2)      Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3)      Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
4)      Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
5)      Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi  biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
2.6  Konsep dasar asuhan keperawatan perilaku kekerasan
2.6.1        Pengkajian
            Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
a.    Muka merah dan tegang
b.    Pandangan tajam
c.    Mengarupkan rahang dengan kuat
d.    Mengepalkan tangan
e.    Jalan mondar-mandir
f.     Bicara kasar
g.    Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h.    Mengancam secara verbal atau fisik
i.      Melempar atau memukul benda /orang lain
j.      Merusak barang atau benda
k.   Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.

2.6.2        Daftar Masalah
            Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan yaitu :
a.    Perilaku Kekerasan.
b.    Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c.    Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
d.    Harga diri rendah kronis.
e.    Isolasi sosial.
f.     Berduka disfungsional.
g.    Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
h.    Koping keluarga inefektif.

2.6.3        Rencana Tindakan Keperawatan
            Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang digunakan untuk diagnosa perilaku kekerasan yaitu :
            a.    Tindakan keperawatan untuk klien
1)    Tujuan
a)    Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b)    Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c)   Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah     dilakukannya.
d)   Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
e)   Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku ekerasan yang dilakukannya.
f)   Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan terapi psikofarmaka.
2)    Tindakan
a)    Bina hubungan saling percaya
         Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara lakukan dalam rangka membina hubungan salig percaya adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b)    Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di   masa lalu dan saat ini.
c)    Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik, psikologis, sosial, sosial, spiritual maupun intelektual.
d)    Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
e)    Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obat-obatan, sosial atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (salat atau berdoa sesuai keyakinan klien).
b.    Tindakan keperawatan untuk keluarga
1)    Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah
    2)    Tindakan
a)    Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.
b)    Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan.
(1)  Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(2)  Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
(3)  Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
c)    Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.

2.6.4        Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
            Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a.       SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan dan mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b.      SP 2 Pasien
            Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c.       SP 3 Pasien
            Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d.      SP 4 Pasien
            Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e.       SP 5 Pasien
            Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f.       SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di rumah.

2.6.5        Evaluasi
Menurut Yosep Iyus (2007) Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mongobservasi perilaku klien. Di bawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang positif :
1.      Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
2.      Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
3.      Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada yang lain
4.      Buatlah komentar yang kritikal
5.      Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda
6.      Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk menguranggi perasaan marahnya
7.      Mampu mentoleransi rasa marahnya
8.      Konsep diri klien sudah meningkat
9.      Kemandirian dalam berfikir dan aktivitas meningkat


















BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1  PENGKAJIAN

I.                   IDENTITAS KLIEN
a.    Nama klien                                     : Ny. R
b.   Umur                                              : 32 tahun
c.    Pendidikan                                     : SMP
d.   Agama                                            : Islam
e.    Status perkkawian                          : Menikah memiliki satu anak
f.    Alamat                                            : Lamongan
g.   Pekerjaan                                        : Pabrik
h.   Jenis kelamin                                  : Perempuan
i.     Nomor rekam medik                       : -
II.                ALASAN MASUK
a.       Data Primer
Keluarga klien mengatakan pasien sering marah dengan orang sekitar dan mencoba melukai orang lain dan pernah mencoba bunuh diri dengan minum obat tikus dan sprite di campur dengan bodrek.
b.      Data Sekunder
Pasien saat ini tertutup, suka menyendiri dan jika bertemu dengan orang lain seperti orang kesurupan.
III.             FAKTOR PRESIPITASI
Menurut data yang didapatkan dari keluarga  pasien, pasien pernah di bawa ke rumah sakit karena sering mengamuk dan mencoba bunuh diri.
IV.             FAKTOR PREDISPOSISI
1.      Riwayat penyakit lalu
a.       Pernahkah klien mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Pasien pernah di rawat inap di RSJ tapi hanya diberikan penenang karena pasien minta pulang dan karena pasien mencoba bunuh diri dan merusak barang-barang,  pasien di rawat di RSM lamongan
Masalah keperawatan : Perilaku kekerasan
b.      Pengobatan sebelumnya
Pasien tidak pernah control dan susah minum obat di rumah
Masalah keperawatan : ketidakefektifan penatalaksaan regimen terapeutik.
c.       Pernah mengalami penyakit fisik
Tidak pernah
Masalah keperwatan : tidak ada
2.      Riwayat Trauma
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat trauma sebelumnya
Masalah keperawatan : tidak ada

3.      Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Rasa takut pernah halusinasi. Tekanan karena fikirannya sendiri, rasa rindu kepada keluarga yang jauh di luar  jawa. Dan karena factor ekonomi pasien tidak bisa menjenguk keluarganya.
Masalah keperawatan : respon pasca trauma
4.      Riwayat penyakit keluarga
Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Tidak
Kalau ada                          :
Hubungan keluarga           :
Gejala                                :
Riwayat pengobatan         :
Masalah keperawatan : tidak ada







V.                PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1.   Genogram.








 








NIKAH

Keterangan :
            = Perempuan                                      
            = Laki-laki                                          
            = Klien
Penjelasan :
  1. Pola asuh
Pasien sejak kecil tinggal bersama orang tuanya dan saudaranya.
  1. Pola komunikasi
Pasien jika bersama keluarga melakukan komunikasi (terbatas) dan jika berinteraksi dengan orang lain yang baru dikenal pasien merespon tapi lambat
  1. Pengambilan keputusan
Pengambil keputusan saat ini adalah suaminya.
2.   Konsep diri.
1.      Citra tubuh : Pasien mengatakan tidak ada yang cacat dengan anggota tubuhnya.Pasien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya
2.      Identitas : pasien mampu menyebutkan namanya, dia menyukai namanya
3.      Peran diri : Peran pasien sebagai istri dan ibu dari anaknya, namun pasien tidak bisa menjalankan perannya karena mengalami gangguan jiwa
4.         Ideal diri : pasien menyukai penampilannya sendiri
5.      Harga diri : pasien merasa malu jika bertemu dengan orang lain dan terlihat tidak semangat ketika ditanya tentang keluarga
Masalah keperawatan : gangguan konsep diri : harga diri rendah
3.   Hubungan social.
1.      Orang terdekat
Orang terdekat pasien yaitu suami dan anaknya karena suaminya tinggal dengan pasien dan merawat pasien dan membantu memenuhi kebutuan pasien.
2.      Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat.
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok.
3.      Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan lebih senang berdiam diri dari pada berkumpul dengan orang lain.
Masalah keperawatan : isolasi sosial
4.   Spiritual.
1.         Nilai dan keyakinan.
Pasien mengatakan beragama Islam
2.         Kegiatan ibadah.
Klien biasanya menjalankan ibadah dengan rajin dan taat mengaji
Masalah keperawatan : tidak ada
VI.             STATUS MENTAL.
1.      Penampilan.
Klien tampak rapi, giginya bersih, tubuh bersih tidak dan cara berpakaian sudah tepat an sesuai
Masalah keperawatan : tidak ada
2.      Pembicaraan.
Klien ketika bicara nada suara keras kadang-kadang lembut, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan dan tidak dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.      Aktifitas motoric/psikomotor
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah keperawatan : tidak ada
4.      Afek dan Emosi
Afek klien datar mempunyai emosi yang labil
Masalah keperawatan : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
5.      Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kurang kooperatif, dan mudah tersingung kontak mata kurang.
Masalah keperawatan : kerusakan komunikasi
6.      Persepsi-Sensorik
Halusinasi pendengaran: klien bicara dan tertawa sendiri, serta klien sering marah-marah sendiri. Klien mengatakan terkadang dibisik suara orang seperti menyuruh memukul orang.
Masalah keperawatan :perubahan persepsi-sensorik (halusinasi pendengaran)
7.      Proses Pikir
a.       Arus Pikir
Pada saat klien diajak bicara, klien bicara dengan intonasi keras dan jelas, kecepatan spontan menjawab isi pembicaraan sesuai apa yang diajuka.
Masalah keperawatan : tidak ada
b.      Isi Pikir
Klien selalu tanggap, waktu diajak bicara dengan tepat sesuai isi yang dibicarakan
Masalah keperawatan : tidak ada

8.      Kesadaran
a.       Kuantitatif
Composmentis GCS :4-5-6
b.      Kualitatif
Kesadaran berubah
9.      Orientasi
a.       Waktu             : Pasien mengetahui hari dan jam ketika melakukan pengkajian.
b.      Tempat            : Pasien mengetahui dimana dia sekarang bahkan dia sering berbelanja seperti biasa
c.       Orang              : Pasien tidak mengenali anaknya.
Masalah keperawatan : gangguan proses pikir
10.  Memori
a.       Gangguan daya ingat jangka panjang ( mengingat kejadian > 1 bulan )
Pasien tidak ingat berapa kali pasien masuk rumah sakit jiwa
b.      Gangguan daya ingat jangka pendek  ( 1 hari – 1  bulan )
Pasien dapat mengingat kegiatan hari ini
c.       Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam )
Pasien dapat mengingat apa yang baru saja dilakukan
Masalah keperawatan : tidak ada
11.  Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat menghitung baik saat diberi pertanyaan hitung-hitungan, klien mampu menjawabmya dengan benar, dan klien dapat memfokuskan konsentrasi dengan baik.
Masalah keperawatan : tidak ada
12.  Kemampuan penilaian
Klien sudah menyadari dan mampu menilai bahwa suatu masalah yang dilakukan dengan marah-marah itu sangat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Masalah keperawatan : tidak ada
13.  Daya tilik diri.
Biasanya klien mengingkari penyakit yang diderita dan tidak memerlukan pertolongan, klien juga sering menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
Masalah keperawatan : gangguan proses pikir
VII.          MEKANISME KOPING
Klien sering menghindar, menyendiri dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Masalah keperawatan : koping individu inefektif
VIII.       MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1.      Masalah dengan dukungan kelompok  :
Klien mengatakan selama di rumah pasien tidak pernah berkumpul dengan keluarga besar dan kelompok masyarakat karena klien takut keramaian
2.      Masalah hubungan dengan lingkungan :
Saat klien keluar rumah klien hanya diam jika tidak diawali pembicaraan
3.      Masalah dengan pendidikan :
Klien mengatakan dia lulusan SMP
4.      Masalah dengan pekerjaan :
Klien mengatakan pernah bekerja di pabrik 
5.      Masalah dengan perumahan :
Pasien mengatakan selama di rumah, tinggal bersama anak dan suaminya.
6.      Masalah dengan ekonomi :
Pasien meminta uang ke suaminya
7.      Masalah dengan pelayanan kesehatan : 
Pasien pernah mendapatkan perawatan kesehatan di RSJ Menur dan RSM Lamongan
Masalah Keperawatan : isolasi sosial
IX.             ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang tentang suatu hal ?
Pasien tidak mengetahui kalau dirinya sedang sakit jiwa.
Masalah keperawatan : kurang pegetahuan tentang penyakitnya

X.                DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1.      Perilaku kekerasan
2.      Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik
3.      Respon pasca trauma
4.      Gangguan konsep diri : harga diri rendah
5.      Isolasi social
6.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
7.      Kerusakan komunikasi
8.      Perubahan persepsi-sensorik
9.      Gangguan proses fikir
10.  Koping individu inefektif
11.  Kurang pengetahuan tentang penyakitnya



3.2  ANALISA DATA

No
DATA
MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.       
DS : Pasien mengatakan pernah di rawat inap di RSJ tapi hanya diberikan penenang karena pasien minta pulang dan karena pasien mencoba bunuh diri dan merusak barang-barang,  pasien di rawat di RSM lamongan
DO :
a.       Klien mudah tersinggung
b.      Klien sering mengepalkan tangan


Resiko Perilaku kekerasan
2.       
DS : Keluarga klien mengatakan tidak pernah control dan susah minum obat di rumah
DO : Klien terlihat masih sakit

Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik

3.       
DS : Klien mengatakan takut, pernah halusinasi. Tekanan karena fikirannya sendiri, rasa rindu kepada keluarga yang jauh di luar  jawa. Dan karena factor ekonomi pasien tidak bisa menjenguk keluarganya
DO :
a.       Klien tampak tertekan karena fikirannya sendiri dan rindu kepada keluarga yang jauh di luar jawa
b.      Klien tampak stress karena faktor ekonomi.

Respon pasca trauma

4.       
DS : pasien mengatakan  merasa malu jika bertemu dengan orang lain.
DO :
a.       Klien tampak tidak semangat ketika ditanya tentang keluarga
b.      Klien mengurung diri dikamar
c.       Klien lebih memilih diam

Gangguan kosep diri : harga diri rendah

5.       
DS :Keluarga klien mengatakan klien sering tiduran, sering mengurung diri dikamar, dan jarang berinteraksi dengan orang lain
DO :
a.        Klien tampak bicara sendiri
b.      Klien sering marah-marah sendiri

Isolasi social
6.       
DS: Keluarga klien mengatakan bahwa klien kadang-kadang diam tanpa ekspresi dan kadang-kadang marah marah
DO: Ekspresi klien terlihat datar

7.       
DS : Keluarga klien mengatakan klien hampir tidak pernah berbicara dengan keluarga
DO :
a.        Klien kurang kooperatif saat diwawancarai
b.      Klien mudah tersinggung saat diwawancarai

Kerusakan komunikasi
8.       
DS :Klien mengatakan terkadang dibisiki suara orang seperti menyuruh memukul orang.
DO :
a.       Klien terlihat berbicara dan tertawa sendiri.
b.      Klien terlihat marah-marah sendiri

Perubahan persepsi-sensorik

9.       
DS : Pasien mengatakan tidak sakit apapun.

DO :
a.       Pasien tidak mengenali anaknya
b.      Pasien berfikir lama untuk menjawab pertanyaan
c.       Jawaban pasien tidak sesuai dengan pertanyaan
d.      Pasien hanya dapat mengingat kegiatan 24 jam terakhir

Gangguan proses fikir

10.   
DS : Keluarga klien mengatakan klien sering menyendiri dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
DO : Klien terlihat sering menghindar

Koping individu inefektif

11.   
DS : Pasien mengatakan bahwa ia tidak mengetahui kalau dirinya sedang sakit jiwa padahal dia merasa tidak sakit.
DO : Klien terlihat bingung saat ditanya tentang penyakitnya
Kurang pengetahuan tentang penyakitnya




3.3  Pohon Masalah




























 







3.4  Prioritas Diagnosa Keperawatan
1.      Perilaku kekerasan
2.      Harga diri rendah
3.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan linkungan







3.5  Rencana keperawatan
Diagnosa 1 : Perilaku kekerasan
Tujuan Umum : Klien dapat  mengontrol atau mengendalikan perilaku kekerasan
Tujuan Khusus :
1.    Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.    Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi   terapeutik:
a)      Perkenalkan nama lengkap, nama panggilan, dan tujuan berkenalan.
b)      Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
c)      Buat kontak yang jelas
d)     Tunjukkan sikap jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi
e)      Tunjukkan rasa empati dan menerima apa adanya
f)       Beri perhatian kepada klien dan masalah yang dihadapi klien
g)      Dengarkan dengan penuh perhatian
2.      Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya
3.      Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal
Diagnosa 2: Harga diri rendah
Tujuan Umum :  Klien dapat berinteraksi dengan lingkungannya
Tujuan Khusus :
1.  Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2.  Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.  Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
4.  Klien dapat membuat rencana kegiatan realistis sesuai kemauan dan kemampuan klien
5.  Klien dapat melaksanakan rencana yang telah dibuat
6.  Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya
Tindakan:
1.      Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya :


a.       Bimbing : klien mengungkapkan perasaannya
b.      Gunakan pertanyaan terbuka
c.       Dengarkan ungkapan klien dengan aktif
2.      Beri respon yang tidak menghakimi :
a.       Tidak menyalahkan pendapat klien
b.      Menerima pendapat klien
c.       Ciptakan lingkungan yang tenang dengan cara mengurangi stimulus eksternal yang berlebihan dalam interaksi
3.      Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
4.      Hindarkan memberi penilaian negative
5.      Diskusikan kemampuan klien dalam berhubungan interpersonal
6.      Diskusikan kemampuan yang masih dimiliki klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
7.      Diskusikan kemampuan klien melaksanakan kegiatan di rumah
8.      Bimbing klien untuk dapat menentukan keinginannya dalam beraktivitas
a.    Merawat diri
b.    Membersihkan ruangan
c.    Membersihkan lingkungan
d.   Olahraga
9.      Meningkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi klien
10.  Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan  :
a.    Beri waktu untuk berinteraksi
b.    Beri waktu untuk beraktivitas
11.  Anjurkan keluarga untuk dapat memotivasi klien untuk melakukan aktivitas
12.  Anjurkan agar keluarga dapat menyediakan fasilitas yang terkait dengan kegiatan
Diagnosa 3: Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Umum : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab
Tujuan Khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4.      Klien dapat mengidentikasi akibat perilaku kekerasan
5.      Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan:
1.          Memberi salam atau panggil nama klien
2.          Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
3.          Jelaskan tujuan interaksi
4.          Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5.          Beri sikap aman dan empati
6.          Lakukan kontak mata singkat tapi sering
7.          Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
8.          Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
9.        Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah.
10.    Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
11.      Simpulkan bersama klien tanda dan gejala kesal yang di alami
12.      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien .
13.      Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
14.      Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan klien masalahnya selesai
15.      Bicarakan akibat dan cara yang dilakukan klien
16.      Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
17.      Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
18.      Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut atau dengan role play
19.      Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasikan cara tersebut
20.      Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang dipelajari saat jengkel atau marah.

3.6  Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tgl
Dx
SP
Implementasi
Evaluasi

1
SP 1, SP 2
1.     Membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2.     Menyapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
3.     Memperkenalkan diri dengan sopan
4.     Menjelaskan tujuan pertemuan dengan lengkap
5.     Menanyakan nama klien dengan lengkap
6.     Mengatakan dengan jujur dan menepati janji
7.     Menunjukan rasa empati dan menerima klien apa adanya
8.     Memberikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien



1.     Mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku kekerasan dan penyebab
2.     Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab perilaku kekerasan
3.     Memberikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
S : Klien senang karena disapa oleh perawat
O :
a.       Klien mau  berjabat tangan
b.      Klien mau bercerita tentang dirinya
c.       Kontak mata cukup
A : Klien mampu membina hubungan saling percaya, SP 1 tercapai
P : Lanjutkan SP 2, klien dapat mengidentifikasi penyebab marah
K : Klien di minta untuk mencari penyebab marah
S : Klien marah apabila keinginannya tidak terpenuhi
O :
a.       Klien dapat mengungkapkan perasaan marah atau jengkel
b.      Klien tampak tegang teganggan dan tatapan mata tajam
A : Klien mampu mengungkapkan penyebab marah atau jengkel, SP 2 tercapai
P : SP 2 tercapai
K : Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum diungkapkan
09/042017
2
SP 1
1.     Membina hungan saling percaya
S :
a.       Klien munyebutkan namanya
b.      Klien mengatakan ada rasa binggung dan malu
c.       Klien mengatakan tinggal di Lamongan
O :
a.       Raut wajah klien tampak tengang
b.      Klien tampak bersahabat dengan perawat
c.       Klien menyebutkan kegiatan sehari-hari
d.      A : Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
P : Melanjutkan intervensi, melatih klien untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki


SP 2,3,4,5 dan 6
1.     Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien
2.     Klien dapat menilai kemampua yang dapat digunkan
3.     Klien data membuat rencana kegiatan realitis sesuai kemampuan klien
4.     Klien dapat melaksankan rencana yang telah dibuat
S : Klien mengatakan setiap pagi selalu  mandi, berbelanja, mencuci piring setelah makan,
O :
a.       Klien tampak kooperatif dengan perawat
b.      Klien menyebutkan kemampuan yang dimilikinya
A : Klien mampu menulis sendiri kegiatan yang telah dilakukan
PK :
a.       Menganjurkan klien untuk percaya diri dan membuang persepsi negative
b.      Menganjurkan klien untuk memasukkan dalam kegiatan harian
PP : SP 1,2,3,4, 5 dan 6 tercapai, hentikan  intervensi
09/042017
3
1






























2
1.     Membin hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2.     Menyapa klien dengan ramah, baik verbal mupun non verbal.
3.     Memperkenalkan diri dengan sopan
4.     Menjelaskan tujuan pertemuan dengan lengkap
5.     Menanyakan nama klien dengan lengkap
6.     Mengatakan dengan jujur dan menepati janji
7.     Menunjukan rasa empati dan menerima lien apa adanya
8.     Memberikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

1.     Mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku kekerasan dan penyebab.
2.     Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab perilaku kekerasan
3.     Memberikan pujian terhadap kemampuan klien memngungkap kan persaan nya.

S : Klien senang karena disapa oleh perawat
O :
a.       Klien mau berjabat  tangan
b.      Klien mau bercerita tentang dirinya
c.       Kontak mata cukup
A : Klien mampu membina hubungan saling percaya SP 1 tercapai
P : Lanjutkan SP 2, klien dapat mengidebtifikasi penyebab marah
K : Klien di minta untuk mencari penyebab marah











S : Klien marah apabila keinginannya tidak terpenuhi
O :
   a. Klien dapat mengungkapkan perasaan marah atau jengkel.
   b. Klien tampak tegang tegangan dan tatapan mata tajam.
A: Klien mampu mengungkapkan penyebab marah atau jengkel,SP 2 tercapai.
P: Lanjutkan SP 3, klien dapat mengontrol dan penanganan perilaku kekerasan dengan cara sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum di ungkapkan

09/04/2017

3












4
1.     Mendiskusikan bersama klien tentang apa yang dirasakan saat klien marah
2.     Mendiskusikan bersama klien tentang tanda-tanda perilaku kekerasan.







1.     Menganjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2.     Membantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan.
3.     Membicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan oleh klien masalah akan teratasi.

S : Klien saat marah akan berbicara dengan nada tinggi, tangan mengepal, matanya menatap tajam, wajahnya tampak merah.      
O : Pasien menunjukkan tanda-tanda :
a.  Nada suara tinggi
b.  Mata menatap tajam
c.  Tangan mengepal.
A : Klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala saat marah atau jengkel. SP 3 tercapai.
K : Klien diminta untuk mengidentifikasi perilaku kekerasan yang sering dilakukan.
  
S : Klien akan marah-marah apabila keinginanya tidak dipenuhi dan memukul pintu / jendela.
O : Klien tampak : Tegang, tangan mengepal, mata menatap tajam, wajah memerah.
A : Klien mampu mengungkapkan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan. SP 4 tercapai.
P : Lanjutkan SP 5, klien dapat mengungkapkan perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K :Klien diminta untuk mengingat kembali akibat yang akan ditimbulkan.

09/04/2017

5
1.     Membicarakan akibat atau kerugian dan cara yang dilakukan kilen pada saat marah
2.     Menyimpulkan bersama klien akibat dari cara yang digunakan oleh klien
3.     Menanyakan kepada klien apakah klien mau mempelajari cara-cara yang baru dan sehat

S : Klien sangat menyesal dan ingin minta maaf setelah dirinya marah – marah dan memukul ayahnya.
O : Klien tampak: sedih, ingin menangis, mata menatap tajam, wajah memerah.
A : Klien mampu mengungkapkan akibat atau kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukannya, SP 5 tercapai.
P : Lanjutkan SP 6, klien dapat mengontrol perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K : Klien diminta untuk berlatih mengontrol marah dengan cara sholat dan berdoa.

09/04/2017

6
1.     Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dan penanganan dengan cara sholan dan berdoa
2.     Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.

     S : Klien mengatakan jarang sholat dan merasa doa nya tidak dikabulkan.
     O : Klien tidak melaksanakan sholat dan berdoa.
A   A : SP 6 belum tercapai
P   P : Ulangi dan Pertahankan SP 6,
K  K : Klien diminta berlatih untuk meminum obat secara teratur

09/04/2017

7
1.     Melatih klien minum obat dengan teratur
2.     Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan

S    S : Klien mengatakan minum obat secara teratur setelah makan.
O   O: Klien mau minum obat tanpa paksaan perawat.
A   A: SP 7 tercapai
P    P: Ulangi SP 6, dan pertahankan SP 1 – SP 7.
K   K: Klien diminta untuk mempertahankan apa yang telah dilakukan tadi.



















BAB 4
PEMBAHASAN


Dalam pembahasan kali ini akan dibahas tentang munculnya gangguan perilaku kekerasan yang dialami oleh Ny. R yang berumur 32 tahun pendidikan terakhir SMP, beragama Islam sudah menikah dan memiliki satu anak, alamat Ny. R di Lamongan. Dulunya bekerja di pabrik.
Perilaku kekerasan ini muncul karena adanya faktor yang membuat klien sangat tertekan dan tidak bisa membendungnya lagi. Yatu karena faktor ekonomi yang dia rasa tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan keinginannya bertemu dengan keluarganya yang tidak terwujud. Ny. R membendung masalah yang ia alami. Sampai dia tertekan, dan sampai pada ujung keterputusasaan dan ketidakberdayaannya. Lalu timbullah halusinasi-halusinasi yang membuat dia mengamuk dan melakukan kekerasan kepada dirinya sendiri dan orang sekitar. Penyebab perilaku kekerasannya disini ialah karna faktor ekonomi dan keputusasaan dan ketidakberdayaannya yang ingin bertemu orang tuanya tapi tidak terlaksana. Maka kami pun mengkaji Ny. R.
Data kami peroleh dari wawancara dengan pasien dan bertanya pada keluarga pasien karena pasien tidak sepenuhnya bisa diajak komunikasi secara baik. Sesuai  dengan data yang di dapat dari klien, menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk serta memukul dan mencederai dirinya sendiri.
Dengan adanya data-data hasil pengkajian pada kasus Ny. R penulis menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu perilaku kekerasan, harga diri rendah, resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dengan adanya prioritas diagnosa tersebut kami membuat rencana keperawatan klien dengan diagnosa perilaku kekerasan:1. Membina hubungan saling percaya. 2. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Klien dengan diagnosa harga diri rendah:1. Membina hubungan saling percaya dengan perawat. 2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 3. Menilai kemampuan yang dapat digunakan. 4. Membuat rencana kegiatan realistis sesuai kemauan dan kemampuan klien. 5. Melaksanakan rencana yang telah dibuat. 5. Dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya. Klien dengan resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan: 1. Membina hubungan saling percaya. 2. Mengetahui penyebab perilaku kekerasan. 3. Mengetahui tanda-tanda perilaku kekerasan. 4. Mengetahui akibat perilaku kekerasan. 4. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Dan setelah itu evaluasi SP 1 sampai SP7 sudah terlaksana dengan baik maka intervensi dihentikan.
























BAB 5
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
        Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,baik secara fisik maupun psikologi. Berdasarkan definisi ini, prilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 2010)
      Penyebab gangguan perilaku kekerasan  terdiri dari: 1. Faktor predisposisi ada 3 yakni: factor psikologis, faktor social budaya, dan factor biologis. 2. Faktor presipitasi. Manifestasi klinis terdiri dari: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak,memukul jika tidak senang. Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal. Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Secara verbal, menekan dan menantang. Penatalaksanaan terdiri dari : farmakoterapi, terapi okupasi, peran serta keluarga, terapi somatic, terapi kejang listrik.
5.2  Saran
1.      Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya.
2.      Bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kepribadian yang baik untuk seorang perawat dalam menghadapi pasien dan keluarganya.
3.      Bagi keluarga
Dengan adanya asuhan keperawatan perilaku kekerasan ini keluarga Ny. R dapat memberikan tindakan yang baik bagi Ny. R.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2000). Diagnosa keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. jakarta: buku kedokteran EGC.
Keliant, B. A. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: bukukedokteran EGC.
Keliat, B. A. (2010). model praktik keperawatan profesional jiwa. jakarta: buku kedokteran EGC.
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK

Konsep teori dan askep Ketoasidosis Diabetikum (KAD) dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik (HHNK)

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS