ASKEP JIWA PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis
gangguanjiwa. Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu
permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut
data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.
Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia
untuk jangka panjang (WHO, 2016).
Prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Riskesdas, 2013).
Prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Riskesdas, 2013).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan
adalah dengan memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan
keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara
perawat dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat tuntuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal (Keliat, 2010)
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan
pada pasien perilaku kekerasan dilakukan
dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien memasukkan kegiatan
yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal kegiatan. Diharapkan pasien
akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan akan dievaluasi oleh
perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan akan dinilai
tingkat kemampuan pasien dalam mengatasi masalahnya yaitu mandiri, bantuan,
atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri, jika pasien melaksanakan kegiatan tanpa
dibimbing dan tanpa disuruh; bantuan, jika pasien sudah melakukan kegiatan tetapi
belum sempurna dan dengan bantuan pasien dapat melaksanakan dengan baik;
tergantung, jika pasien sama sekali belum melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat
(Keliat, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa definisi dari
perilaku kekerasan?
1.2.2
Apa etiologi dari
perilaku kekerasan?
1.2.3
Apa manifestasi klinis
dari perilaku kekerasan?
1.2.4
Bagaimana patofisiologi
perilaku kekerasan?
1.2.5
Bagaimana
penatalaksanaan perilaku kekerasan?
1.2.6
Bagaimana konsep asuhan
keperawatan pada klien perilaku kekerasan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk
mengetahui definisi dari perilaku kekerasan.
1.3.2. Untuk
mengetahui etiologi perilaku kekerasan.
1.3.3. Untuk
mengetahui manifestasi klinis dari perilaku kekerasan.
1.3.4. Untuk
mengetahui patofisiologi perilaku kekerasan.
1.3.5. Untuk
mengetahui penatalaksanaan perilaku kekerasan.
1.3.6. Untuk
mengetahui konsep asuhan keperawatan perilaku kekerasan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan timbul dari pembuatan
makalah ini, diantaranya adalah :
1. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya.
2. Bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang kepribadian yang baik untuk seorang perawat dalam menghadapi pasien dan
keluarganya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
PERILAKU
KEKERASAN
2.1
Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,baik secara fisik maupun
psikologi. Berdasarkan definisi ini, prilaku kekerasan dapat di lakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 2010)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan emosi yang
merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau amarah. Hal ini didasari
keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri
atau secara destruktif. (Yosep, 2007)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif atau terkontrol.
(Yosep, 2007)
2.2
Etiologi
2.2.1 Faktor Predisposisi
Ada
beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan. (Yosep, 2007):
1)
Faktor psikologis
a. Psychoanalytical
theory.
Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang
diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua insting kematian yang diekspresikan
dengan agresivitas.
b. Frustration aggression
theory.
Teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan mak akan timbul dodrongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancanguntuk melukai orang atau
objek yang nmenyebabkan frustasi. jadi hampir semua orang yang melakukan
tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
c.
Pandangan psikologi
lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan
predisposisi atau pengalaman hidup. Ini mengguanakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh
dari pengalaman tersebut:
1.
Kerusakan otak organic,
retardasi mental. Sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2.
Rejeki yang berlebihan
pada masa kanak- kanak, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan
harga diri.
3.
Terpapar kekerasan
selama masa perkembangan, termasuk mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
2)
Faktor social budaya.
Teori yang dikembangkan oleh
Bandura (1977)
ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon- respon yang lain.
Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau
eksternal.
Kultur dapat pula mempengaruhi
perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisiskan ekspresi
agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat siterima. Sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3)
Faktor biologis.
Ada beberapa penelitian membuktikan
bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus. Perangsangan
yang diberikan terutama pada nucleus periforniks hipotalamus. Jadi kerusakan
fungsi sistem limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal(untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indera penciuman dan
memori).
Neurotransmitter yang sering
dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamine, norepinephrin,
acetikolin, dan asam amino GABA.
Faktor yang mendukung:
1.
Masa kanak- kanak yang
tidak menyenangkan.
2.
Sering mengalami
kegagalan.
3.
Kehidupan yang penuh
tindakan agresif.
4.
Lingkungan yang tidak
kondusif (bising, padat)
2.2.2 Faktor Presipitasi.
Secara umum, seseorang akan
berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat
berupa injuri secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap
konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam , mungkin dia tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu
baik perawat maupun klien harus bersama- sama mengidentifikasinya. Ancaman
dapat berupa internal ataupun eksternal.
Bila dilihat sudut perawat-klien, maka faktor pencetus
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yakni:
1.
Klien : kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
2.
Lingkungan : Kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi social. (Yosep, 2007)
2.3
Manifestasi
klinis
1.
Muka merah
2.
Pandangan tajam
3.
Otot tegang
4.
Nada suara tinggi
5.
Berdebar dan sering
pula tampak klien memaksakan kehendak
6.
Memukul jika tidak
senang
2.4
Patofisiologi
Amuk adalah respon marah
terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan
ketidakberdayaan respon ini dapat
diekspresikan secara internal maupun eksternal. Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif & merusak
diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah
diungkapkan melalui 3 cara Yaitu : Secara verbal, menekan dan menantang.
Bagan 1. Konsep Marah
(Beck,Rawlins,Williams,1986,hal 447 dikutip oleh Keliat, 1991).
2.5
Penatalaksanaan
1)
Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan
pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif
rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.
2)
Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja,
terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan
seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah
awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3)
Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada
anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan
sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan
klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
4)
Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa
terapi somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target
terapi adalah perilaku klien
5)
Terapi kejang listrik
Terapi
kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali).
2.6
Konsep dasar asuhan keperawatan perilaku kekerasan
2.6.1
Pengkajian
Menurut Keliat (2014) data perilaku
kekerasan dapat diperolah melalui observasi atau wawancara tentang perilaku
berikut ini:
a.
Muka merah dan tegang
b.
Pandangan tajam
c.
Mengarupkan rahang dengan kuat
d.
Mengepalkan tangan
e.
Jalan mondar-mandir
f.
Bicara kasar
g.
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h.
Mengancam secara verbal atau fisik
i.
Melempar atau memukul benda /orang lain
j.
Merusak barang atau benda
k. Tidak
mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.
2.6.2
Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah
yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan yaitu :
a.
Perilaku Kekerasan.
b.
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
d.
Harga diri rendah kronis.
e.
Isolasi sosial.
f.
Berduka disfungsional.
g.
Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
h.
Koping keluarga inefektif.
2.6.3
Rencana Tindakan Keperawatan
Menurut Fitria (2010) rencana
tindakan keperawatan yang digunakan untuk diagnosa perilaku kekerasan yaitu :
a. Tindakan
keperawatan untuk klien
1)
Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku ekerasan
yang dilakukannya.
f) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan terapi psikofarmaka.
2)
Tindakan
a) Bina
hubungan saling percaya
Dalam
membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan salig percaya adalah mengucapkan salam
terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat
kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b) Diskusikan
bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di masa lalu dan saat ini.
c) Diskusikan
perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan. Diskusikan bersama
klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik,
psikologis, sosial, sosial, spiritual maupun intelektual.
d) Diskusikan
bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat marah baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
e) Diskusikan
bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya. Diskusikan
bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur
atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obat-obatan, sosial atau verbal
(dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (salat
atau berdoa sesuai keyakinan klien).
b.
Tindakan keperawatan untuk keluarga
1)
Tujuan
Keluarga dapat
merawat klien di rumah
2) Tindakan
a)
Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda
dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.
b)
Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan.
(1) Anjurkan keluarga untuk
selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(2) Ajarkan keluarga untuk
memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga dapat melakukan kegiatan
tersebut secara tepat.
(3) Diskusikan bersama
keluarga tindakan yang harus klien menunjukkan gejala-gejala perilaku
kekerasan.
c)
Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera dilaporkan
kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.
2.6.4
Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan
Menurut Fitria (2010) strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a. SP 1 Pasien
Membina
hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan dan mengajarkan cara
menyalurkan rasa marah.
b.
SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik
c.
SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
d.
SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual
e.
SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan
obat
f.
SP 1 Keluarga
Memberikan
penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di
rumah.
2.6.5
Evaluasi
Menurut
Yosep Iyus (2007) Mengukur
apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mongobservasi perilaku
klien. Di bawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang
positif :
1. Identifikasi
situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
2. Bagaimana
keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
3. Sudahkah
klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada yang lain
4. Buatlah
komentar yang kritikal
5. Apakah
klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda
6. Klien
mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk menguranggi perasaan marahnya
7. Mampu
mentoleransi rasa marahnya
8. Konsep
diri klien sudah meningkat
9. Kemandirian
dalam berfikir dan aktivitas meningkat
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
I.
IDENTITAS
KLIEN
a.
Nama klien : Ny. R
b.
Umur : 32 tahun
c.
Pendidikan : SMP
d.
Agama : Islam
e.
Status perkkawian : Menikah memiliki satu
anak
f.
Alamat :
Lamongan
g.
Pekerjaan : Pabrik
h.
Jenis kelamin : Perempuan
i.
Nomor rekam medik : -
II.
ALASAN MASUK
a.
Data Primer
Keluarga klien mengatakan pasien sering marah dengan
orang sekitar dan mencoba melukai orang lain dan pernah mencoba bunuh diri
dengan minum obat tikus dan sprite di campur dengan bodrek.
b.
Data Sekunder
Pasien saat ini tertutup, suka menyendiri dan jika
bertemu dengan orang lain seperti orang kesurupan.
III.
FAKTOR
PRESIPITASI
Menurut data yang didapatkan dari
keluarga pasien, pasien pernah di bawa
ke rumah sakit karena sering mengamuk dan mencoba bunuh diri.
IV.
FAKTOR
PREDISPOSISI
1.
Riwayat penyakit lalu
a.
Pernahkah klien
mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Pasien pernah di rawat inap di RSJ tapi hanya
diberikan penenang karena pasien minta pulang dan karena pasien mencoba bunuh
diri dan merusak barang-barang, pasien
di rawat di RSM lamongan
Masalah keperawatan : Perilaku kekerasan
b.
Pengobatan sebelumnya
Pasien tidak pernah control dan susah minum obat di
rumah
Masalah keperawatan : ketidakefektifan
penatalaksaan regimen terapeutik.
c.
Pernah mengalami
penyakit fisik
Tidak pernah
Masalah keperwatan : tidak ada
2.
Riwayat Trauma
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah memiliki
riwayat trauma sebelumnya
Masalah keperawatan : tidak ada
3.
Pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan
Rasa takut pernah halusinasi. Tekanan karena
fikirannya sendiri, rasa rindu kepada keluarga yang jauh di luar jawa. Dan karena factor ekonomi pasien tidak
bisa menjenguk keluarganya.
Masalah keperawatan : respon pasca
trauma
4.
Riwayat penyakit
keluarga
Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Tidak
Kalau ada :
Hubungan keluarga :
Gejala :
Riwayat pengobatan :
Masalah keperawatan : tidak ada
V.
PENGKAJIAN
PSIKOSOSIAL
1. Genogram.
![]() |
|||
![]() |



=
Laki-laki


- Pola asuh
Pasien
sejak kecil tinggal bersama orang tuanya dan saudaranya.
- Pola komunikasi
Pasien
jika bersama keluarga melakukan komunikasi (terbatas) dan jika berinteraksi
dengan orang lain yang baru dikenal pasien merespon tapi lambat
- Pengambilan keputusan
Pengambil
keputusan saat ini adalah suaminya.
2. Konsep diri.
1.
Citra tubuh : Pasien
mengatakan tidak ada yang cacat dengan anggota tubuhnya.Pasien mengatakan
menyukai seluruh anggota tubuhnya
2.
Identitas : pasien
mampu menyebutkan namanya, dia menyukai namanya
3.
Peran diri : Peran
pasien sebagai istri dan ibu dari anaknya, namun pasien tidak bisa menjalankan
perannya karena mengalami gangguan jiwa
4.
Ideal diri : pasien
menyukai penampilannya sendiri
5.
Harga diri : pasien
merasa malu jika bertemu dengan orang lain dan terlihat tidak semangat ketika
ditanya tentang keluarga
Masalah keperawatan :
gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Hubungan social.
1.
Orang terdekat
Orang terdekat
pasien yaitu suami dan anaknya karena suaminya tinggal dengan pasien dan
merawat pasien dan membantu memenuhi kebutuan pasien.
2.
Peran serta dalam
kegiatan kelompok atau masyarakat.
Keluarga pasien
mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok.
3.
Hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain
Pasien
mengatakan lebih senang berdiam diri dari pada berkumpul dengan orang lain.
Masalah keperawatan :
isolasi sosial
4. Spiritual.
1.
Nilai dan keyakinan.
Pasien mengatakan beragama Islam
2.
Kegiatan ibadah.
Klien biasanya menjalankan ibadah dengan rajin dan
taat mengaji
Masalah keperawatan : tidak ada
VI.
STATUS
MENTAL.
1.
Penampilan.
Klien tampak rapi, giginya
bersih, tubuh bersih tidak dan cara berpakaian sudah tepat an sesuai
Masalah keperawatan :
tidak ada
2.
Pembicaraan.
Klien
ketika bicara nada suara keras kadang-kadang lembut, tinggi, tidak
meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan dan tidak dapat berkomunikasi dengan
lancar.
Masalah
keperawatan : tidak ada
3.
Aktifitas
motoric/psikomotor
Pada
kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini
klien sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah
keperawatan : tidak ada
4.
Afek dan Emosi
Afek
klien datar mempunyai emosi yang labil
Masalah
keperawatan : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
5.
Interaksi selama
wawancara
Saat diwawancara klien
kurang kooperatif, dan mudah tersingung kontak mata kurang.
Masalah keperawatan :
kerusakan komunikasi
6.
Persepsi-Sensorik
Halusinasi pendengaran: klien bicara dan tertawa
sendiri, serta klien sering marah-marah sendiri. Klien mengatakan terkadang
dibisik suara orang seperti menyuruh memukul orang.
Masalah keperawatan :perubahan persepsi-sensorik
(halusinasi pendengaran)
7.
Proses Pikir
a.
Arus Pikir
Pada saat klien diajak bicara, klien bicara dengan
intonasi keras dan jelas, kecepatan spontan menjawab isi pembicaraan sesuai apa
yang diajuka.
Masalah keperawatan :
tidak ada
b.
Isi Pikir
Klien selalu tanggap, waktu diajak bicara dengan
tepat sesuai isi yang dibicarakan
Masalah keperawatan : tidak ada
8.
Kesadaran
a.
Kuantitatif
Composmentis GCS :4-5-6
b. Kualitatif
Kesadaran
berubah
9.
Orientasi
a.
Waktu :
Pasien mengetahui hari dan jam ketika melakukan pengkajian.
b.
Tempat : Pasien
mengetahui dimana dia sekarang bahkan dia sering berbelanja seperti biasa
c.
Orang :
Pasien tidak mengenali anaknya.
Masalah keperawatan : gangguan proses
pikir
10. Memori
a. Gangguan daya ingat jangka
panjang ( mengingat kejadian > 1 bulan )
Pasien tidak ingat berapa kali
pasien masuk rumah sakit jiwa
b. Gangguan daya ingat jangka
pendek ( 1
hari – 1
bulan )
Pasien dapat mengingat kegiatan
hari ini
c. Gangguan daya ingat saat ini
( < 24 jam )
Pasien dapat mengingat apa yang
baru saja dilakukan
Masalah keperawatan :
tidak ada
11. Tingkat
konsentrasi dan berhitung
Klien dapat menghitung baik saat diberi pertanyaan
hitung-hitungan, klien mampu menjawabmya dengan benar, dan klien dapat
memfokuskan konsentrasi dengan baik.
Masalah keperawatan : tidak ada
12. Kemampuan
penilaian
Klien sudah
menyadari dan mampu menilai bahwa suatu masalah yang dilakukan dengan
marah-marah itu sangat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Masalah keperawatan :
tidak ada
13. Daya
tilik diri.
Biasanya klien
mengingkari penyakit yang diderita dan tidak memerlukan pertolongan, klien juga
sering menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
Masalah keperawatan :
gangguan proses pikir
VII.
MEKANISME
KOPING
Klien
sering menghindar, menyendiri dan mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Masalah
keperawatan : koping individu inefektif
VIII.
MASALAH
PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah
dengan dukungan kelompok :
Klien mengatakan selama di rumah pasien tidak pernah
berkumpul dengan keluarga besar dan kelompok masyarakat karena klien takut keramaian
2. Masalah
hubungan dengan lingkungan :
Saat klien keluar rumah klien hanya diam jika tidak
diawali pembicaraan
3. Masalah
dengan pendidikan :
Klien mengatakan dia lulusan SMP
4.
Masalah dengan
pekerjaan :
Klien mengatakan pernah bekerja di pabrik
5. Masalah
dengan perumahan :
Pasien mengatakan selama di rumah, tinggal bersama
anak dan suaminya.
6. Masalah
dengan ekonomi :
Pasien meminta uang ke suaminya
7. Masalah
dengan pelayanan kesehatan :
Pasien pernah mendapatkan perawatan kesehatan di RSJ
Menur dan RSM Lamongan
Masalah
Keperawatan : isolasi sosial
IX.
ASPEK
PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan yang kurang tentang suatu hal ?
Pasien tidak mengetahui kalau dirinya sedang sakit jiwa.
Masalah
keperawatan : kurang pegetahuan tentang penyakitnya
X.
DAFTAR
MASALAH KEPERAWATAN
1.
Perilaku
kekerasan
2.
Ketidakefektifan
penatalaksanaan regimen terapeutik
3.
Respon
pasca trauma
4.
Gangguan
konsep
diri : harga diri rendah
5.
Isolasi
social
6.
Resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
7.
Kerusakan
komunikasi
8.
Perubahan
persepsi-sensorik
9.
Gangguan
proses fikir
10. Koping individu
inefektif
11. Kurang pengetahuan
tentang penyakitnya
3.2 ANALISA DATA
No
|
DATA
|
MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
1.
|
DS
: Pasien mengatakan pernah di rawat
inap di RSJ tapi hanya diberikan penenang karena pasien minta pulang dan
karena pasien mencoba bunuh diri dan merusak barang-barang, pasien di rawat di RSM lamongan
DO
:
a.
Klien mudah
tersinggung
b.
Klien sering
mengepalkan tangan
|
Resiko
Perilaku kekerasan
|
2.
|
DS
: Keluarga klien mengatakan tidak pernah
control dan susah minum obat di rumah
DO : Klien terlihat masih sakit
|
Ketidakefektifan
penatalaksanaan regimen terapeutik
|
3.
|
DS : Klien
mengatakan takut, pernah
halusinasi. Tekanan karena fikirannya sendiri, rasa rindu kepada keluarga
yang jauh di luar jawa. Dan karena
factor ekonomi pasien tidak bisa menjenguk keluarganya
DO :
a.
Klien tampak tertekan
karena fikirannya sendiri dan rindu kepada keluarga yang jauh di luar jawa
b.
Klien tampak stress
karena faktor ekonomi.
|
Respon pasca
trauma
|
4.
|
DS : pasien
mengatakan merasa malu jika bertemu
dengan orang lain.
DO :
a.
Klien tampak tidak
semangat ketika ditanya tentang keluarga
b.
Klien mengurung diri
dikamar
c.
Klien lebih memilih
diam
|
Gangguan kosep
diri : harga diri rendah
|
5.
|
DS :Keluarga klien
mengatakan klien sering tiduran, sering
mengurung diri dikamar, dan jarang
berinteraksi dengan orang lain
DO :
a.
Klien tampak bicara sendiri
b.
Klien sering
marah-marah sendiri
|
Isolasi social
|
6.
|
DS: Keluarga klien
mengatakan bahwa klien kadang-kadang diam tanpa ekspresi dan kadang-kadang
marah marah
DO: Ekspresi klien
terlihat datar
|
|
7.
|
DS : Keluarga klien
mengatakan klien hampir tidak pernah berbicara dengan keluarga
DO :
a.
Klien kurang kooperatif saat diwawancarai
b.
Klien mudah
tersinggung saat diwawancarai
|
Kerusakan komunikasi
|
8.
|
DS
:Klien mengatakan terkadang dibisiki suara orang seperti
menyuruh memukul orang.
DO :
a.
Klien terlihat
berbicara dan tertawa sendiri.
b.
Klien terlihat
marah-marah sendiri
|
Perubahan
persepsi-sensorik
|
9.
|
DS
: Pasien mengatakan tidak sakit apapun.
DO :
a. Pasien
tidak mengenali anaknya
b. Pasien
berfikir lama untuk menjawab pertanyaan
c. Jawaban
pasien tidak sesuai dengan pertanyaan
d. Pasien
hanya dapat mengingat kegiatan 24 jam terakhir
|
Gangguan proses fikir
|
10.
|
DS : Keluarga klien
mengatakan klien sering menyendiri dan mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
DO : Klien terlihat
sering menghindar
|
Koping
individu inefektif
|
11.
|
DS
: Pasien
mengatakan bahwa ia tidak mengetahui kalau dirinya sedang sakit jiwa padahal
dia merasa tidak sakit.
DO
: Klien terlihat bingung saat ditanya tentang penyakitnya
|
Kurang
pengetahuan tentang penyakitnya
|
3.3 Pohon Masalah
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
|||||||
![]() |
3.4 Prioritas Diagnosa
Keperawatan
1.
Perilaku kekerasan
2.
Harga diri rendah
3.
Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan linkungan
3.5 Rencana keperawatan
Diagnosa 1 :
Perilaku kekerasan
Tujuan
Umum : Klien
dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku kekerasan
Tujuan
Khusus :
1.
Klien dapat membina
hubungan saling percaya
2. Klien
dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan:
1. Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
a)
Perkenalkan nama
lengkap, nama panggilan, dan
tujuan berkenalan.
b)
Tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang disukai klien
c)
Buat kontak yang jelas
d)
Tunjukkan sikap jujur
dan menempati janji setiap kali berinteraksi
e)
Tunjukkan rasa empati
dan menerima apa adanya
f)
Beri perhatian kepada
klien dan masalah yang dihadapi klien
g)
Dengarkan dengan penuh
perhatian
2.
Beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaanya
3.
Bantu klien untuk
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal
Diagnosa 2:
Harga diri rendah
Tujuan
Umum : Klien dapat berinteraksi dengan
lingkungannya
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien
dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
4. Klien
dapat membuat rencana kegiatan realistis sesuai kemauan dan kemampuan klien
5. Klien
dapat melaksanakan rencana yang telah dibuat
6. Klien
mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya
Tindakan:
1.
Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya :
a.
Bimbing : klien mengungkapkan perasaannya
b.
Gunakan pertanyaan terbuka
c.
Dengarkan ungkapan klien dengan aktif
2.
Beri respon yang tidak menghakimi :
a.
Tidak menyalahkan pendapat klien
b.
Menerima pendapat klien
c.
Ciptakan lingkungan
yang tenang dengan cara mengurangi stimulus eksternal yang berlebihan dalam
interaksi
3.
Diskusikan kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki klien
4.
Hindarkan memberi
penilaian negative
5.
Diskusikan kemampuan
klien dalam berhubungan interpersonal
6.
Diskusikan kemampuan
yang masih dimiliki
klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
7.
Diskusikan kemampuan
klien melaksanakan kegiatan di rumah
8.
Bimbing klien untuk
dapat menentukan keinginannya dalam beraktivitas
a.
Merawat diri
b.
Membersihkan ruangan
c.
Membersihkan lingkungan
d.
Olahraga
9.
Meningkatkan kegiatan
sesuai dengan toleransi klien
10. Beri
kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan :
a.
Beri waktu untuk berinteraksi
b. Beri waktu untuk beraktivitas
11. Anjurkan
keluarga untuk dapat memotivasi klien untuk melakukan aktivitas
12. Anjurkan
agar keluarga dapat menyediakan fasilitas yang terkait dengan kegiatan
Diagnosa 3: Resiko
menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
Tujuan
Umum : Klien
dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab
Tujuan
Khusus :
1.
Klien dapat membina
hubungan saling percaya
2.
Klien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan
3.
Klien dapat
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4.
Klien dapat
mengidentikasi akibat perilaku kekerasan
5.
Klien dapat
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan:
1.
Memberi salam atau panggil
nama klien
2.
Sebutkan nama perawat
sambil menjabat tangan
3.
Jelaskan tujuan
interaksi
4.
Jelaskan tentang
kontrak yang akan dibuat
5.
Beri sikap aman dan
empati
6.
Lakukan kontak mata
singkat tapi sering
7.
Beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
8.
Bantu
klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
9.
Anjurkan klien
mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah.
10.
Observasi tanda-tanda
perilaku kekerasan pada klien
11.
Simpulkan bersama klien
tanda dan gejala kesal yang di alami
12.
Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien .
13.
Bantu klien bermain
peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
14.
Bicarakan dengan klien
apakah dengan cara yang dilakukan klien masalahnya selesai
15.
Bicarakan akibat dan
cara yang dilakukan klien
16.
Bantu klien memilih
cara yang paling tepat untuk klien
17.
Bantu klien
mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
18.
Bantu klien untuk
menstimulasikan cara tersebut atau dengan role play
19.
Beri reinforcement
positif atas keberhasilan klien menstimulasikan cara tersebut
20.
Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang dipelajari saat jengkel atau marah.
3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tgl
|
Dx
|
SP
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
|
1
|
SP 1, SP 2
|
1.
Membina hubungan
saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2.
Menyapa klien dengan
ramah, baik verbal maupun non verbal
3.
Memperkenalkan diri
dengan sopan
4.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dengan lengkap
5.
Menanyakan nama klien
dengan lengkap
6.
Mengatakan dengan
jujur dan menepati janji
7.
Menunjukan rasa
empati dan menerima klien apa adanya
8.
Memberikan perhatian
kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
1.
Mengkaji pengetahuan
klien tentang perilaku kekerasan dan penyebab
2.
Memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab perilaku kekerasan
3.
Memberikan pujian
terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
|
S
: Klien senang karena disapa oleh perawat
O
:
a.
Klien mau berjabat tangan
b.
Klien mau bercerita
tentang dirinya
c.
Kontak mata cukup
A
: Klien mampu membina hubungan saling percaya, SP 1 tercapai
P
: Lanjutkan SP 2, klien dapat mengidentifikasi penyebab marah
K
: Klien di minta untuk mencari
penyebab marah
S
: Klien marah apabila keinginannya tidak terpenuhi
O
:
a.
Klien dapat
mengungkapkan perasaan marah atau jengkel
b.
Klien tampak tegang
teganggan dan tatapan mata tajam
A
: Klien mampu mengungkapkan penyebab marah atau jengkel, SP 2 tercapai
P
: SP 2 tercapai
K
: Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum diungkapkan
|
09/042017
|
2
|
SP
1
|
1.
Membina hungan saling
percaya
|
S
:
a.
Klien munyebutkan
namanya
b.
Klien mengatakan ada
rasa binggung dan malu
c.
Klien mengatakan
tinggal di Lamongan
O
:
a.
Raut wajah klien
tampak tengang
b.
Klien tampak
bersahabat dengan perawat
c.
Klien menyebutkan
kegiatan sehari-hari
d.
A : Klien mampu
membina hubungan saling percaya dengan perawat
P
: Melanjutkan intervensi, melatih klien untuk mengembangkan kemampuan yang
dimiliki
|
|
|
SP
2,3,4,5 dan 6
|
1.
Mengidentifikasi
kemampuan yang dimiliki klien
2.
Klien dapat menilai
kemampua yang dapat digunkan
3.
Klien data membuat
rencana kegiatan realitis sesuai kemampuan klien
4.
Klien dapat
melaksankan rencana yang telah dibuat
|
S
: Klien mengatakan setiap pagi selalu
mandi, berbelanja, mencuci piring setelah makan,
O
:
a.
Klien tampak
kooperatif dengan perawat
b.
Klien menyebutkan
kemampuan yang dimilikinya
A
: Klien mampu menulis sendiri kegiatan yang telah dilakukan
PK
:
a.
Menganjurkan klien
untuk percaya diri dan membuang persepsi negative
b.
Menganjurkan klien
untuk memasukkan dalam kegiatan harian
PP
: SP 1,2,3,4, 5 dan 6 tercapai, hentikan
intervensi
|
09/042017
|
3
|
1
2
|
1.
Membin hubungan
saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2.
Menyapa klien dengan
ramah, baik verbal mupun non verbal.
3.
Memperkenalkan diri
dengan sopan
4.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dengan lengkap
5.
Menanyakan nama klien
dengan lengkap
6.
Mengatakan dengan
jujur dan menepati janji
7.
Menunjukan rasa empati
dan menerima lien apa adanya
8.
Memberikan perhatian
kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
1.
Mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku kekerasan dan
penyebab.
2.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab perilaku kekerasan
3.
Memberikan pujian terhadap kemampuan klien memngungkap kan
persaan nya.
|
S
: Klien senang karena disapa oleh perawat
O
:
a.
Klien mau
berjabat tangan
b.
Klien mau bercerita
tentang dirinya
c.
Kontak mata cukup
A
: Klien mampu membina hubungan saling percaya SP 1 tercapai
P
: Lanjutkan SP 2, klien dapat mengidebtifikasi penyebab marah
K
: Klien
di minta untuk mencari penyebab marah
S : Klien marah apabila
keinginannya tidak terpenuhi
O :
• a. Klien dapat
mengungkapkan perasaan marah atau jengkel.
• b. Klien tampak
tegang tegangan dan tatapan mata tajam.
A: Klien
mampu mengungkapkan penyebab marah atau jengkel,SP 2 tercapai.
P: Lanjutkan SP 3, klien dapat
mengontrol dan penanganan perilaku kekerasan dengan cara sholat dan berdoa.
K
: Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum di
ungkapkan
|
09/04/2017
|
|
3
4
|
1. Mendiskusikan bersama klien
tentang apa yang dirasakan saat klien marah
2. Mendiskusikan bersama klien
tentang tanda-tanda perilaku kekerasan.
1. Menganjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Membantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku kekerasan.
3. Membicarakan dengan klien apakah
dengan cara yang dilakukan oleh klien masalah akan teratasi.
|
S
: Klien saat marah akan berbicara dengan nada tinggi, tangan mengepal,
matanya menatap tajam, wajahnya tampak merah.
O : Pasien menunjukkan tanda-tanda
:
a. Nada
suara tinggi
b. Mata
menatap tajam
c. Tangan
mengepal.
A
: Klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala saat marah atau jengkel. SP 3
tercapai.
K
: Klien diminta untuk mengidentifikasi perilaku kekerasan yang sering
dilakukan.
S
: Klien akan marah-marah apabila keinginanya tidak dipenuhi dan memukul pintu
/ jendela.
O
: Klien tampak : Tegang, tangan mengepal, mata menatap tajam, wajah
memerah.
A
: Klien mampu mengungkapkan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan. SP 4
tercapai.
P : Lanjutkan SP 5, klien dapat
mengungkapkan perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K :Klien diminta untuk mengingat
kembali akibat yang akan ditimbulkan.
|
09/04/2017
|
|
5
|
1. Membicarakan akibat atau kerugian
dan cara yang dilakukan kilen pada saat marah
2. Menyimpulkan bersama klien akibat
dari cara yang digunakan oleh klien
3. Menanyakan kepada klien apakah
klien mau mempelajari cara-cara yang baru dan sehat
|
S : Klien sangat menyesal dan ingin minta maaf setelah
dirinya marah – marah dan memukul ayahnya.
O : Klien tampak: sedih, ingin menangis, mata menatap
tajam, wajah memerah.
A : Klien mampu mengungkapkan akibat atau kerugian dari
perilaku kekerasan yang dilakukannya, SP 5 tercapai.
P : Lanjutkan SP 6, klien dapat mengontrol perilaku yang
sering dilakukan saat marah.
K : Klien diminta untuk berlatih mengontrol marah dengan
cara sholat dan berdoa.
|
09/04/2017
|
|
6
|
1. Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dan penanganan dengan cara sholan dan berdoa
2. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan.
|
S : Klien
mengatakan jarang sholat dan merasa doa nya tidak dikabulkan.
O : Klien tidak
melaksanakan sholat dan berdoa.
A A : SP 6 belum
tercapai
P P : Ulangi dan
Pertahankan SP 6,
K K : Klien diminta
berlatih untuk meminum obat secara teratur
|
09/04/2017
|
|
7
|
1. Melatih klien minum obat dengan
teratur
2. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan
|
S S : Klien
mengatakan minum obat secara teratur setelah makan.
O O: Klien mau
minum obat tanpa paksaan perawat.
A A: SP 7 tercapai
P P: Ulangi SP 6,
dan pertahankan SP 1 – SP 7.
K K: Klien diminta
untuk mempertahankan apa yang telah dilakukan tadi.
|
BAB
4
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan
kali ini akan dibahas tentang munculnya gangguan perilaku kekerasan yang
dialami oleh Ny. R yang berumur 32 tahun pendidikan terakhir SMP, beragama Islam sudah menikah dan memiliki satu anak, alamat Ny. R di Lamongan. Dulunya bekerja di pabrik.
Perilaku kekerasan ini muncul
karena adanya faktor yang membuat klien sangat tertekan dan tidak bisa
membendungnya lagi. Yatu karena faktor ekonomi yang dia rasa tidak bisa
mencukupi kebutuhannya dan keinginannya bertemu dengan keluarganya yang tidak
terwujud. Ny. R membendung masalah yang ia alami. Sampai dia tertekan, dan
sampai pada ujung keterputusasaan dan ketidakberdayaannya. Lalu timbullah
halusinasi-halusinasi yang membuat dia mengamuk dan melakukan kekerasan kepada
dirinya sendiri dan orang sekitar. Penyebab perilaku kekerasannya disini ialah
karna faktor ekonomi dan keputusasaan dan ketidakberdayaannya yang ingin
bertemu orang tuanya tapi tidak terlaksana. Maka kami pun mengkaji Ny. R.
Data kami peroleh dari wawancara
dengan pasien dan bertanya pada keluarga pasien karena pasien tidak sepenuhnya
bisa diajak komunikasi secara baik. Sesuai dengan data yang di dapat dari klien,
menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap
keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien
adalah marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk serta memukul dan mencederai
dirinya sendiri.
Dengan adanya data-data hasil
pengkajian pada kasus Ny. R penulis menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan
yaitu perilaku kekerasan, harga diri rendah, resiko
menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Dengan adanya
prioritas diagnosa tersebut kami membuat rencana keperawatan klien dengan
diagnosa perilaku kekerasan:1. Membina hubungan saling
percaya. 2. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Klien dengan diagnosa harga diri rendah:1. Membina
hubungan saling percaya dengan perawat. 2. Mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Menilai kemampuan yang dapat digunakan. 4. Membuat rencana kegiatan
realistis sesuai kemauan dan kemampuan klien.
5. Melaksanakan rencana yang telah dibuat. 5. Dukungan keluarga dalam
meningkatkan harga dirinya. Klien dengan
resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan: 1. Membina
hubungan saling percaya. 2. Mengetahui
penyebab perilaku kekerasan. 3. Mengetahui
tanda-tanda perilaku kekerasan. 4. Mengetahui
akibat perilaku kekerasan. 4. Klien dapat
mengontrol perilaku kekerasan. Dan setelah
itu evaluasi SP 1 sampai SP7 sudah terlaksana dengan baik maka intervensi
dihentikan.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,baik secara fisik maupun
psikologi. Berdasarkan definisi ini, prilaku kekerasan dapat di lakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 2010)
Penyebab gangguan
perilaku kekerasan terdiri dari: 1. Faktor
predisposisi ada 3 yakni: factor psikologis, faktor social budaya, dan factor biologis. 2.
Faktor presipitasi. Manifestasi klinis terdiri
dari: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar
dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak,memukul jika tidak senang. Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah,
rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan respon ini dapat diekspresikan
secara internal maupun eksternal. Secara internal dapat berperilaku yang tidak
asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku
destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Secara verbal, menekan dan menantang. Penatalaksanaan terdiri dari : farmakoterapi, terapi
okupasi, peran serta keluarga, terapi somatic, terapi kejang listrik.
5.2 Saran
1. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya.
2. Bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang kepribadian yang baik untuk seorang perawat dalam menghadapi pasien dan
keluarganya.
3.
Bagi keluarga
Dengan adanya asuhan keperawatan perilaku
kekerasan ini keluarga Ny. R dapat memberikan tindakan yang baik bagi Ny. R.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L. J. (2000). Diagnosa keperawatan: aplikasi pada praktik klinis.
jakarta: buku kedokteran EGC.
Keliant,
B. A. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: bukukedokteran
EGC.
Keliat,
B. A. (2010). model praktik keperawatan profesional jiwa. jakarta: buku
kedokteran EGC.
Yosep,
I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).
Jakarta: Salemba Medika.
Komentar
Posting Komentar