KONSEP MEDIS LIMFOMA MALIGNA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Limfoma Hodgkin merupakan penyakit yang relatif
jarang dijumpai, hanya merupakan 1% dari seluruh kanker. Di negara Barat
insidensinya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki, dan 2,6/100.000/tahun
pada wanita. Di Indonesia, belum ada laporan angka kejadian limfoma Hodgkin.
Berdasarkan jenis kelamin, limfoma Hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dengan perbandingan laki-laki:wanita = 1,2:1. Penyakit limfoma Hodgkin terutama
ditemukan pada orang dewasa muda antara usia 18-35 tahun dan pada orang di atas
50 tahun. Berbeda dengan limfoma Hodgkin pada limfoma non-Hodgkin lebih dari
45.000 klien didiagnosis sebagai limfoma non-Hodgkin (LNH) setiap tahun di
Amerika Serikat. Di Indonesia, frekuensi relatif LNH jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan limfoma Hodgkin (Handayani &
Haribowo, 2008).
Di Indonesia, LNH bersama-sama dengan LH
dan leukemia menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui
sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan
yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dengan adanya
hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya (Sari, 2014).
Penyakit limfona non hodgkin adalah
salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus interne/kasus penyakit dalam,
pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal sistem limfoid dan struktur yang
membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui
secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan
kasus ini (Darniati, 2011).
Berbagai permasalahan dapat timbul
karena kasus ini yang mana permsalahan tersebut dapat menyangkut seluruh aspek
kehidupan dari manusia baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual,
secara fisik dapat menimbulkan tergangguanya pola nafas karena ada penekanan
atau kesulitan dalam menelan makanan sehingga mengakibatkan kurangnya asupan
nutrisi (Darniati, 2011).
Sebagian besar limfoma ditemukan pada
stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit
pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun
tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini, angka
harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang
tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi (Sari, 2014).
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep medis dari limfoma
maligna?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Imun dan
Hematologi II yang berjudul “Konsep
Medis Limfoma Maligna”
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa
diharapkan mampu :
1.
Untuk mengetahui definisi
dari limfoma maligna.
2.
Untuk mengetahui etiologi limfoma
maligna.
3.
Untuk mengetahui manifestasi
klinis limfoma maligna.
4.
Untuk mengetahui
patofisiologi limfoma maligna.
5.
Untuk mengetahui pathway limfoma
maligna.
6.
Untuk mengetahui
penatalaksanaan limfoma maligna.
7.
Untuk mengetahui pemeriksaan
penunjang limfoma maligna.
8.
Untuk mengetahui komplikasi
limfoma maligna.
1.4 Manfaat Penulisan
1.
Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan
makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan
dan wawasan penyebab serta untuk pencegahan limfoma maligna agar kesehatan
masyarakat lebih baik.
2.
Bagi Pembaca
Diharapkan bagi pembaca
dapat mengetahui tentang limfoma maligna sehingga dapat mencegah serta
mengantisipasi diri dari penyakit tersebut.
BAB 2
KONSEP TEORI
2.1
Definisi
Limfoma merupakan proliferas limfosit yang
paling sering terjadi dalam lomfonodi. Keadaan ini dibagi menjadi limfoma
Hodgkin dengan sel-sel Reed Stenberg
yang khas, dan limfoma non-Hodgkin (NHL/non-Hodgkin lymphomas) (Gunawijaya, Hartono, & Djuantoro, 2013).
Limfoma
maligna merupakan penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang bersifat
padat (solid), meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik (Handayani & Haribowo, 2008).
2.2
Klasifikasi
Menurut
Handayani (2008) secara klinis dan patologis, limfoma maligna dibagi menjadi
dua golongan besar berikut ini.
1.
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Desease – HD)
Limfoma Hodgkin
merupakan Limfoma Maligna yang khas ditandai oleh adanya sel reed Strernberg
dengan latar belakang sel-sel radang pleomorf.
Pada umumnya Limfoma Hodgkin
diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi RYE yang membagi penyakit Hodgkin
menjadi empat golongan.
1)
Tipe lymphocyte predominance
a.
Merupakan 5 % dari penyakit
Hodgkin
b.
Pada tipe ini limfosit kecil
merupakan sel latar belakang yang dominan, hanya sedikit sel R-S yang dijumpai.
c.
Dapat bersifat nodular atau
difus
2)
Tipe mixed cellularity
a.
Terdapat sebanyak 3% dari
penyakit Hodgkin.
b.
Jumlah sel R-S mulai banyak
dijumpai dalam jumlah seimbang dengan limfosit.
3)
Tipe lymphocyte depleted
a.
Kurang dari 5% Limfoma Hodgkin,
tetapi merupakan tipe yang paling agresif.
b.
Sebagian besar terdiri atas
sel R-S sedangkan limfosit jarang ditemui.
4)
Tipe nodular sclerosis
a.
Tipe ini merupakan tipe yang
paling sering dijumpai, yaitu 40-69% dari seluruh penyakit Hodgkin.
b.
Ditandai olh fibrosis dan
sklerosis yang luas.
c.
Sel eosinofil banyak
dijumpai, juga terdapat sel R-S
2.
Limfoma Non-Hodgkin
(LNH)
Limfoma non-Hodgkin
merupakan suatu kelompok penyakit heterogen yang didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin.
Klasifikasi KIEL
membagi LNH menjadi dua golongan besar berikut ini.
1.
LNH dengan derajat keganasan
rendah.
2.
LNH dengan derajat keganasan
tinggi.
Klasifikasi KIEL sudah
menyesuaikan dengan kompartemen dari kelenjar getah bening serta membedakan
asal sel, apakah dari limfosit B atau limfosit T.
2.3
Etiologi
Menurut Handayani (2008) penyebab
limfoma yaitu
1.
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Desease – HD)
Penyebab
Limfoma Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui secara pasti, namun salah satu
yang paling dicurigai adalah virus Epstein-barr. Biasanya dimulai pada satu
kelenjar getah bening dan menyebar ke sekitarnya secara per kontinuitatum atau
melalui sistem saluran kelenjar getah bening ke kelenjar-kelenjar sekitarnya.
Meskipun jarang, sesekali menyerang juga organ-organ ekstranodal seperti
lambung, testis, dan tiroid. Pada penemuan statistik, penyakit ini didapatkan
pada kelas sosioekonomi lebih tinggi dan insidennya meningkat pada keluarga
dengan riwayat penyakit Hodgkin.
2.
Limfoma Non-Hodgkin
(LNH)
Etiologi pada penyakit
limfoma non-Hodgkin adalah sebgai berikut.
1.
Abnormalitas sitogenik,
seperti translokasi kromosom
2.
Infeksi virus, yang
menyebabkan antara lain:
a.
Virus Epstein-barr yang
berhubungan dengan limfoma burkitt (sebuah penyakit yang ditemukan di Afrika)
b.
Infeksi HTLV-1 (human T
lymphotropic virus tipe 1)
2.4
Manifestasi Klinis
Menurut Handayani (2008) tanda dan
gejala klinis limfoma yaitu
1.
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Desease – HD)
Gejala klinis yang
biasanya ada pada Limfoma Hodgkin adalah sebagai berikut :
1.
Gejala utama adalah
pembesaran kelenjar, yang tersering dan mudah terdeteksi adalah pembesaran
kelenjar didaerah leher.
2.
Gejala selanjutnya
bergantung pada lokasi penyakit dan organ-organ yang diserang. Pada jenis ganas
dan penyakit yang telah dalam stadium lanjut sering disertai gejala-gejala
sistemik, yaitu demam yang tidak jelas penyebabnya, keringat malam, dan penurunan
berat badan sebesar 10% selama 6 bulan. Kadang-kadang kelenjar terasa nyeri
bila klien minum alkohol.
3.
Hampir semua sistem dapat
diserang penyakit ini, seperti saluran pencernaan, pernapasan, persyarafan dan
vaskularisasi.
2.
Limfoma Non-Hodgkin
(LNH)
Gejala klinis yang
dirasakan pada sebgian besar klien asimptomatok adalah sebgai berikut.
1.
Pembesaran kelenjar getah
bening yang asimetris
2.
Demam, berkeringat pada
malam hari
3.
Hepatomegali dan spenomegali
4.
Dapat timbul komplikasi saluran
cerna
5.
Demam, kelelahan, atau
terjadi penurunan berat badan
6.
Nyeri punggung dan leher
yang disertai dengan hiperefleksia
7.
Anemia, infeksi, dan
pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang disertai
difus.
2.5
Patofisiologi
Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini biasanya
bermula dari nodus limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam limpa,
traktus gastrointestinal (misalnya dinding lambung), hati, atau sumsum tulang (Bestari, 2012).
Sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel induk
multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada tahap awal
bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi
melalui dua jalur. Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar thymus untuk
menjadi limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada
dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B. Apabila ada
rangsangan oleh antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan
bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berpoliferasi. Limfosit T aktif
menjalankan fungsi respon imunitas seluler. Sedangkan limfosit B aktif menjadi
imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin.
Perubahan limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah
berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Hal ini terjadi didalam kelenjar getah bening, dimana sel
limfosit tua berada di luar centrum germinativum sedangkan imunoblast berada di
bagian paling sentral centrum germinativum. Apabila membesar maka dapat
menimbulkan tumor dan apabila tidak ditangani secara dini maka menyebabkan
limfoma maligna (Bestari, 2012).
Penyebab tumor ini tidak diketahui dengan jelas, namun
terdapat beberapa faktor risiko antara lain : imunodefisiensi, agen
infeksius, paparan lingkungan dan pekerjaan (seperti pekerja hutan,
petrnak dan pertanian), terkena paparan ultraviolet, merokok, dan mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani. Tanda dan gejala yang timbul antara lain
kelelahan, malaise penurunan berat badan, peningkatan suhu, kerentanan infeksi,
disfagia anoreksia, mual, muntah, konstipasi, anemia, timbul edema anasarka,
tekanan darah turun, sesak nafas bila tumbuh di daerah dada dan
kelainan/pembesaran organ. Apabila kondisi ini berlangsung terus-menerus, maka
dapat menimbulkan komplikasi yaitu efusi pleura, fraktur tulang, paralisis dan
kematin pasti terjadi dalam 1 sampai 3 tahun bila tanpa penanganan (Bestari, 2012)
2.5 Pathway
2.1
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Handayani
(2008) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk mengetahui adanya limfoma
yaitu
1.
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Desease – HD)
1.
Secara patologi anatomi
didapatkan gambaran yang khas yang merupakan gambaran sel keganasan.
a.
Sel reed Strenberg :
merupakan sel R-S, ukuran besar, serta berinti banyak dan polipoid.
b.
Sel Hodgkin : H-cell yang
merupakan sel pre-Sternberg lacunar.
-
Varian L dan H
-
Varian pleomorf
2.
Pada pemeriksaan darah
didapatkan anemia yang bersifat normositer normokronik, leukositosis moderat
yang disebabkan oleh netrofilia, eosinofilia, limfopenia, laju endap darah
meningkat, serta LDH (lactate dehydrogenase serum) meningkat.
2.
Limfoma Non-Hodgkin
(LNH)
Pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan pada klien LNH adalah sebagai berikut.
1.
Pada pemeriksaan hematologi
dapat ditemukan :
a.
Adanya anemia bersifat
normositer normokromik
b.
Adanya leukopenia dan
trombositopenia serta gambaran leukoeritroblastik
c.
Pada biopsi sumsum tulang
menunjukkan lesi fokal
2.
Pemeriksaan kromosom :
adanya kelainan yang khas (limfoma burkitt’s, follicular lymphoma).
3.
LDH P : sering meningkat
pada LNH dengan proliferasi yang cepat.
4.
Pemeriksaan pertanda
imunologis : untuk menentukan jenis sel (sel T atau B) serta perkembangannya.
2.2
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksaan Medis menurut
Handayani (2008) penatalaksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
1.
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Desease – HD)
Terapi untuk penyakin
Hodgkin adalah sebagai berikut :
1.
Radioterapi
a.
Merupakan modalitas terapi
utama untuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi (derajat I dan II). Dosis
radiasi adalah 4.000-5.000 red)
b.
Diberikan dengan teknik
penyinaran extended field (lesi diatas atau dobawah diafragma) atau
total nodal irradiation (TNI) untuk lesi diatas dan dibawah diafragma.
2.
Kemoterapi
Merupakan pilihan utama
untuk penyakit derajat III dan IV. Kombinasi yang paling umum digunakan adalah
sebagai berikut :
a.
Regimen MOPP
-
Mustargen : 6 mg/m2
IV hari ke-1 dan 8
-
Oncovin : 1,4 mg/m2
IV hari ke-1 dan 8
-
Procarbazine : 100 mg/m2,
oral hari ke-1 sampai dengan 4
-
Prednison : 60-80 mg/m2/hari,
oral hari ke-1 sampai dengan 5
b.
Regomen ABVD
-
Doxorubicin (Adriamycin) :
25 mg/m2, IV hari ke-1 dan 15
-
Bleomycine 10 mg/m2,
IV hari ke-1 dan 15
-
Vinblastin 6 mg/m2
IV hari ke-1 dan 15
-
Dacar
c.
Kombinasi regimen MOPP dan
ABVD
d.
Regimen Hybrid MOP/ABV
e.
Kombinasi radioterapi dan
kemoterapi
Terapi kombinasi
terdiri atas kombinasi radioterapi sebelum atau sesudah kemoterapi. Diberikan
untuk penyakit derajat III dan IV.
2.
Limfoma Non-Hodgkin
(LNH)
Penatalaksanaan
medis yang dilakukan pada klien dengan LNH dalah sebagai berikut.
1.
Radioterapi
LNH sangat
radiosensitif, radioterapi ini dapat dilakukan untuk penyakit lokal, stadium I
limfoma indolen, dan utnuk tujuan paliatif pada stadium lanjut.
2.
Kemoterapi
Kemoterapi dapat
dilakukan pada:
a.
LNH indolen derajat ringan
dengan menggunakan klorambusil atau siklofosfamid dengan atau tanpa prednison.
b.
Limfoma stadium I atau II
derajat menengah atau tinggi.
3.
Kombinasi radioterapi dan
kemoterapi setelah biopsi bedah
4.
Dapat diusahakan
transplantasi sumsum tulang
5.
Kemoterapi dosis tinggi
dengan memakai pheripheral blood stem cell transplantation.
6.
Terapi dengan
imunomodulator. Terapi yang dilakukan dengan interferon dikombinasikan dengan
kemoterapi
b.
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan, dalam
memberikan perawatan dan pendidikan klien. Mengatasi pola nafas tidak efektif
dengan memberikan fisioterapi dada jika perlu. Klien sering merasa takut
terhadap obat-obatan yang bersifat radioaktif dan memerlukan tindakan penjagaan
serta pengawasan tindak lanjut yang khusus karena itu perawat harus
menyampaikan informasi tentang terapi ini dan menenangkan perasaan klien dan
keluarga. Dan mengatasi nyeri dengan mengajarkan tekhnik nonfarmakologi seperti
distraksi, relaksasi, massage, terapi musik dan lain sebagainya.
Penatalaksanaan mual muntah dengan mengajarkan makan sedikit namun sering. Penatalaksanaan
hipertermia dengan melakukan kompres pasien pada lipat paha dan aksila.
2.3
Komplikasi
Menurut Handayani
(2008) komplikasi dari penyakit Hodgkin dan LNH adalah sebagai berikut
1.
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Desease – HD)
Komplikasi akibat terapi, meliputi
1.
Radioterapi : dapat
menimbulkan nausea, disfagia, oesofagitis dan hipotiroid.
2.
Kemoterapi : dapat
menimbulkan mielosupresi, strerilitas dan timbulnya keganasan hematologis
sekunder : AML dan limfoma non-Hodgkin.
2.
Limfoma Non-Hodgkin
(LNH)
1.
Akibat langsung penyakitnya
a.
Penekanan pada organ,
khususnya jalan nafas, usus dan saraf.
b.
Mudah terjadi infeksi, bisa
berakibat fatal.
2.
Akibat efek samping
pengobatan biasanya terjadi aplasia sumsum tulang, gagal jantung, gagal ginjal,
serta neuritis oleh obat vinkristin.
BAB 3
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Limfoma adalah
kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas
tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu
pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan
sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem
limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan
organ lain.
Dalam kondisi
normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara
sel limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah
bening dan menyebabkan pembengkakan.
Ada dua jenis
penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma
non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif
Etiologi belum
jelas mungkin perubahan genetik karena bahan – bahan limfogenik seperti virus,
bahan kimia, mutasi spontan, radiasi dan sebagainya.
Terdapat
3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain:
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 °C.
b. Sering keringat malam.
c. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
Kebanyakan pasien
dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan hidup lebih dari 5-10
tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit limfoma maligna
tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan dengan radioterapi. Dengan
khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas
mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan.
1.2
Saran
Demikian makalah
yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Bestari, B. D. (2012, Desember 17). Sumber Ilmu. Diakses
November 11, 2017, dari Askep Limfoma Maligna: http://sumbberilmu.blogspot. com/2012/12/askep-limfoma-maligna.html
Darniati, W. (2011, April 22). Karya Terbaik D / KP / VI 2011. Dipetik November 11, 2017, dari Asuhan Keperawatan
Limfoma: http://dkp2011.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-limfoma.html
Gunawijaya, A. G.D, M., Hartono,
D. A., & Djuantoro, D. D. (2013). Sinopsis Organ
System Hematologi dan Onkologi.
Tamgerang: KARISMA Publishing Group
Handayani, W., & Hariwibowo, A. S. (2008). Buku Ajar
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika.
Sari, S. (2014, Desember 10). SlideShare. Diakses
November 11, 2017, dari Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna: http://www.slideshare.net/
Sifatmasari/asuhan-keperawatan-limfoma-maligna
Komentar
Posting Komentar