Konsep teori dan askep Ketoasidosis Diabetikum (KAD) dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik (HHNK)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormon insulin, menurunnya efek insulin atau keduanya  (Kowalak, 2011). Komplikasi yang diakibatkan kadar gula yang terus meninggi ialah Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK).  Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukkan bahwa insidens KAD sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok usia di bawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insidens KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara Barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit, dan terutama pada pasien DM tipe 2.
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian KAD di RS Dr.Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun tampaknya belum ada perbaikan. Selama periode 5 bulan terdapat 39 episode KAD dengan angka kematian 15%.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa  darah awal yang tinggi , uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologisnya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Dari data yang ada tampak bahwa jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relatif tetap atau tidak berkurang dan angka kematiannya juga belum menggembirakan. Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan dalam mencegah KAD dan didiagnosis dini KAD.
Data di Amerika menunjukan bahwa insiden HHNK, sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insiden ini sedikit lebih tinggi dibandingkan insiden KAD. HHNK lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia, dengan rata- rata onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas pada kasus HHNK cukup tinggi, sekitar 10-20%. Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK) tentang prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik  (Sudoyo & Setiyohadi, 2007).
Dengan penaatalaksanaan yang tepat agar KAD dan HHNK tidak membahayakan pasien berdasarkan latar belakang diatas kami menyusun makalah ini.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep teori dari Ketoasidosis Diabetikum dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik?
2.      Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien Ketoasidosis Diabetikum dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik?

1.3  Tujuan
3.      Mengetahui konsep dasar  penyakit Ketoasidosis Diabetikum dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
4.      Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Ketoasidosis Diabetikum dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik



1.4    Manfaat
Manfaat yang diharapkan timbul dari pembuatan makalah ini,diantaranya adalah :
1.    Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya.
2.      Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
3.      Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat dijadikan media pembanding serta referensi dalam penulisan karya tulis ilmiah selanjutnya.

BAB 2
KONSEP TEORI

2.1  Definisi
2.1.1        Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik adalah komplikasi akut diabetes mellitus tipe 1 yang ditandai oleh hiperlikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskular, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik  (Stillwell, 2011).
Ketoasidosis Diabetik adalah akibat dari defesiensi berat insulin dan disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak  (Hudak & Gallo, 2010)
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif  (Sudoyo & Setiyohadi, 2007).
2.1.2        Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik merupakan kondisi yang jarang ditemukan dan diketahui dapat tertukar dengan sindrom hyperosmolar nonketotik (SHNK), hiperglikemia nonketotik (HNK), dan status nonketotik hiperglikemik hyperosmolar (SNHH). Walaupun banyak nama tau sebutannya, NKHH merupakan sindrom yang ditandai oleh hiperglikemia ekstrem dan deplesi volume intravaskuler tanpa ketonemia dan dengan asidosis dan ketonuria yang minimal atau tidak ada  (Stillwell, 2011).
Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik adalah hiperglikemia dan hiperosmolaritas yang jelas dari ketoasidosis diabetik tetapi tanpa disertai ketoasidosis  (Hudak & Gallo, 2010).
            Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik adalah komplikasi akut Diabetes Mellitus yang mempunyai sindrom hiperglikemia , hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis  (Sudoyo & Setiyohadi, 2007).


2.2  Etiologi
2.2.1        Ketoasidosis diabetik (KAD)
1.      Kekurangan insulin
2.      Stressor-stressor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis   adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional
3.      Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolisme sehingga kebutuhan insulin meningkat (infeksi) dan peningkatan kadar hormon anti insulin (glukagon, epinefrin, kortisol)
4.      Pasien baru DM tipe 1

2.2.2        Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
1.      Lansia dengan  riwayat DM tipe 2 (NIDDM)  atau tanpa DM
2.      Dehidrasi akibat hiperglikemia
3.      Insulin tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia tetapi cukup untuk mencegah ketoasidosis signifikan
4.      Sakit berat atau stres fisiologis pada pasien usia lanjut.

2.3  Manifestasi Klinis
2.3.1        Ketoasidosis diabetik
1.      Poliuria, polidipsia dan poliphagi
2.      Penglihatan kabur
3.      Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik
4.      Lemah, sakit kepala
5.      Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat berdiri)
6.      Anoreksia, mual dan muntah
7.      Nyeri abdomen
8.      Hiperventilasi
9.      Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
10.  Terdapat keton di urin
11.  Nafas berbau aseton
12.  Kulit kering
13.  Berkeringat
2.3.2        Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
1.  Pasien khas : lansia
2.  Malaise, kelemahan, mialgia
3. Dehidrasi
4. Poliuria, polidipsia dan kehilangan berat badan
5. Tachikardi
6. Perubahan neurologis
7. Perubahan sensori
8. Kejang
9. Nyeri perut, mual dan muntah
10.  Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas aseton

2.4  Patofisiologi
2.4.1        Ketoasidosis Diabetik
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik  sebagai kompensasi tubuh terjadi pernafasan kusmaul (Hudak & Gallo, 2010).
2.4.2        Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
Pada diabetes tipe 2, dapat terjadi keadaan hiperosmolar yang parah tanpa disertai ketosis. Episode ini sering dipicu oleh penurunan asupan cairan seperti yang terjadi saat timbulnya penyakit lain atau pada pasien lansia yang lemah yang kurang memiliki akses ke air dan mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga kelebihan glukosanya tidak dapat dikeluarkan. Mekanisme yang mendasari terjadinya hiperosmolalitas dan koma hiperosmolar sama seperti yang dijumpai pada ketoasidosis diabetik. Namun, karena hanya sedikit aktivitas insulin yang diperlukan untuk menekan lipolisis, para pasien ini memiliki cukup insulin untuk mencegah ketogenesis yang terjadi akibat peningkatan aliran asam lemak. Karena keadaan dan gejala ketoasidosis tidak ditemukan , pasien sering datang pada keadaan lanjut dan karenanya, dengan hiperglikemia dan dehidrasi berat, kadar glukosa sering berada dalam kisaran 800-2400 mg/dL. Karena itu, osmolalitas efektif yang melebihi 340 mOsm/L lebih sering terjadi pada para pasien ini ketimbang pada mereka yang datang dengan ketoasidosis diabetik sehingga insidens koma menjadi lebih tinggi.
Meskipun ketosis tidak ditemukan, ketonuria ringan dapat terjadi, ketonuria ringan dapat terjadi jika pasien belum makan. Kehilangan K+ lebih ringan ketimbang yang terjadi pada ketoasidosis diabetik.  
2.5  Pathway































2.6  Penatalaksanaan
2.6.1 Ketoasidosis Diabetik
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, keadaan umum jelek masuk HCU/ICU.
Fase I/Gawat :
1.    Rehidrasi  
a.    Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
b.   Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
c.    Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
d.   Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 – 48 jam).
e.    Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
f.    Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
g.   Monitor keseimbangan cairan.
2.    Insulin
a.    Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
b.   Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
c.    Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
d.   Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD <  15 mEq/L ³250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
3.    Infus K (tidak boleh bolus)
a.    Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
b.   Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
c.    Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
d.   Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
4.      Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan
  1. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/Maintenance:
  1. Cairan maintenance
a. Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
b.Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU
  1. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
  1. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
  2. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

2.6.2 Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
1.      Cairan NACL
Bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskuler dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonik harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipermatremia. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250mg 0/0.
  1. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien HHNK sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada KAD sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol KAD.
  1. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan.
  1. Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter.  





2.7  Pemeriksaan Penunjang
2.7.1        Ketoasidosis Diabetik
1.      Kadar glukosa darah > 300mg/dL tetapi tidak >800mg/dL
2.      Keton urine sangat positif
3.      Keton serum >3 mOsm/L
4.      Analisa gas darah, pH darah < 7,3
5.      Foto polos dada
6.      Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
7.      Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
8.      Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
9.      Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH< 7,3
2.7.2        Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
1.       Serum Glukosa 800-3000 mg/dl
2.       Gas darah arteri biasanya normal
3.       Elektrolit biasanya rendah karena diuresis
4.       BUN dan kreatinin serum biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
5.       Hemoglobin dan hematokrit meningkat karena dehidrasi
6.       EKG mungkin aritmia karena penurunan potasium serum
7.       Keton urine tidak ada atau hanya sedikit










Tabel perbandingan KAD dan HHNK
Variabel
KAD
HHNK

Ringan
Sedang
Berat
Kadar Glukosa Plasma (mg/dL)
>250
>250
>250
>600
Kadar pH arteri (mg/dL)
7,25-7,30
7,00-7,24
<7,00
>7,30
Kadar Bikarbonat Serum (mEq/L)
15-18
10-<15
<10
>15
Keton pada Urine atau Serum
Positif
Positif
Positif
Sedikit/negatif
Osmolaritas Serum Efektif (mOsm/kg)
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
>320
Anion gap
>10
>12
>12
Bervariasi
Kesadaran
Sadar
Sadar, drowsy
Stupor, koma
Stupor, koma

2.8  Komplikasi
2.8.1        Ketoasidosis Diabetik
1.      Edema paru
2.      Hipertrigliseridemia
3.      Infark miokard akut
4.      Komplikasi iatrogenik: hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.
2.8.2        Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
1.      Koma.
2.      Gagal jantung.
3.       Gagal ginjal.
4.       Gangguan hati.

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Konsep Pengkajian
3.1.1   Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan (Pada dasarnya KAD terjadi pada pasien DM baik pada DM tipe 1 maupun DM tipe II baik pada laki laki atau perempuan termasuk pasien yang mengalami infeksi umum, antara lain influenza dan infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD dan HHNK lainnya adalah kegagalan dalam mempertahankan insulin yang diresepkan dan atau regimen diet dan dehidrasi sehinga memperberat kondisi KAD dan HHNK).

3.1.2   Riwayat kesehatan
1.        Keluhan utama :  Poliuria, sesak nafas dan mual muntah
2.        Riwayat penyakit sekarang :
Kaji perjalanan penyakit mulai dari awal muncul gejala sampai datang ke petugas kesehatan. Apakah Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, sesak nafas, dan mual muntah.
3.        Riwayat kesehatan dahulu :
Tanyakan apakah pasien pernah menderita enyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis. Penyakit hipertensi dan pankreatitis kronik.
4.        Riwayat kesehatan keluarga :
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit pasien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes mellitus dan penyakit jantung pada keluarga.
3.1.3   Pola kesehatan fungsional
3.1.1.1   
1.      Pola persepsi kesehatan
Pasien kurang mengetahui cara menjaga kesehatan lingkungan serta makanan
2.      Pola nutrisi metabolik
Biasanya hilang nafsu makan, mengalami mual muntah, haus.
3.      Pola eliminasi
BAK pada pasien terdapat perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia dan BAB nya biasanya cair ( diare).
4.      Pola aktivitas atau latihan
Pasien merasakan cepat lelah, lemah sehingga tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
5.      Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus otot menurun.
6.      Pola kognitif perseptual
Pasien mengalami ada masalah dalam tubuhnya
7.      Pola peran – hubungan
Sehubungan dengan kondisnya, pasien tidak mampu aktif secara sosial.
8.      Pola kopping atau toleransi stress
Pasien merasa cemas akibat penyakit yang dideritanya
9.      Pola nilai atau kepercayaan
Pasien dapat menjalankan ibadah seperti biasanya

3.1.4   Pemeriksaan fisik
1.      Keadaan umum      : lemah
2.      Kesadaran               : komposmentis sampai koma
Tanda – Tanda Vital
-     TD       :  hipotensi bila telah mengalami dehidrasi berat (normalnya 120/80 mmHg)
-     Nadi    :  takikardi  (normalnya 60-100 x/menit)
-     Suhu    : naik bila ada infeksi, bisa juga turun (normalnya 36,5 0C – 37,50C)
-     RR      : frekuensi dan suara nafas normal dan naik bila dehidrasi sedang dan berat sampai kusmaul (normalnya 16-24 x/menit)
1.      ROS
1)      Pernafasan B1 (breath)
-        Bentuk dada : simetris
-        Pola nafas : fase ekspirasi memanjang
-        Suara nafas : suara nafas vesikuler
-        Sesak nafas, kusmaul
-        Retraksi otot bantu nafas: ada
-        Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan
2)      Kardiovaskuler B2 (blood)
-        Irama jantung :
-        Nyeri dada : ada
-        Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan
-        Akral : Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak dengan lemah, akral dingin
3)      Persyarafan B3 (brain)
-        Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva tampak anemis, pupil isokor.
-        Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu
-        Penciuman (hidung) : dapat membedakan bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.
-        Kesadaran : komposmentis sampai koma
4)      Perkemihan B4 (bladder)
-        Kebersihan : bersih
-        Bentuk alat kelamin : normal
-        Uretra : normal
-        Produksi urin : biasanya meningkat , BAK sering, rata-rata8-10 X sehari
5)      Pencernaan B5 (bowel)
-        Nafsu makan : anoreksia
-        Porsi makan : ¼ porsi
-        Mulut : Bibir tampak kering, lidah tampak kotor ( keputihan ), gigi lengkap, tidak ada pembengkakan gusi, tidak terlihat pembesaran tonsil
-        Mukosa : pucat
6)      Musculoskeletal/integument B6 (bone)
-        Kemampuan pergerakan sendi : lemah
-        Kondisi tubuh : kelelahan, malaise Pemeriksaan fisik
2.      Head to toe
1.      Kepala            
            Inspeksi : tidak terdapat benjolan dan perubahan bentuk
            Inspeksi Rambut: rambut hitam, bergelombang, tidak mengalami kerontokan
            Palpasi Tulang Tengkorak: tidak terdapat nyeri tekan dan lesi
2.      Mata               
Inspeksi : konjungtiva anemis
Palpasi : tidak di dapati hematom pada palpebra
3.      Hidung                       
            Inspeksi: terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat secret, tidak terdapat perdarahan hidung
            Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan pada sinus
4.      Telinga
Inspeksi : daun telinga simetris, membrane timpani utuh,
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
5.      Mulut dan bibir          
Inspeksi Bibir  : mukosa bibir kering dan berwarna pucat
Inspeksi gusi    : Tidak ada perubahan warna
6.      Leher              
Inspeksi : Tidak ada kelainan kaku kuduk, pergerakan lemah
Palpasi : tidak terdapat peningkatan tekanan vena jugularis
7.      Dada
            Inspeksi : bentuk simetris, retraksi otot bantu pernafasan
            Palpasi : tidak ada krepitasi, vocal premitus kanan kiri sama
            Perkusi : sonor pada lapang paru
            Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara nafas tambahan tidak ada
8.      Pulmoner
Auskultasi :Friction rub (dehidrasi    
9.      Abdomen       
Inspeksi : bentuk datar simetris,
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri dan rasa tidak nyaman
10.  Genetalia
Inspeksi : tidak ada gangguan
11.  Ekstremitas: turgor kulit menuru, kulit kering, kemerahan



3.2   Contoh Analisa Data

No
Tgl
Data
Etiologi
Problem
1
10/03/2017
DS : klien mengatakan susah bernafas dan nafas berbau
DO : pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), dan nafas aseton berbau buah.
TD: 90 mmHg (Normal 90-120/80-90 mmHg) Hipotensi posturnal
Nadi: 120 kali/menit (Normal 90-110 kali/menit) Takikardi
         Suhu: 380C (normalnya 36,5 0C – 37,50C)
RR: 30 kali/menit (Normal 16-24 kali/menit) Takipnea sampai pernafasan kusmaul
Serum pH menurun

Asidosis

Nafas kusmaul dan pengeluaran aseton paru

Pola nafas tidak efektif
Gangguan pola nafas tidak efektif
2
10/03/2017

DS : Klien mengatakan sering haus
DO : klien mengalami dehidrasi(turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering)
Diuresis osmotik
           
Poliuri

Dehidrasi

Kekurangan volume cairan dan elektrolit
Kekurangan volume cairan dan elektrolit
3
10/03/2017

DS : klien mengatakan mual, muntah dan nyeri pada perut
DO:klien terlihat menyeringai kesakitan
P   :Biasanya nyeri saat beraktifitas berat
Q  :Biasanya nyeri dirasakan seperti di tusuk
R   :Biasanya nyeri pada daerah dada
S   :Biasanya nyeri sedang 3 (0-10)
T :Biasanya nyeri dirasakan menetap
Metabolisme lemak

Ketogenesis

Ketonemia

Nyeri pada abdomen

Gangguan rasa nyaman nyeri
Gangguan rasa nyaman nyeri
3.3    Diagnosa Keperwatan
Diagnosa  keperawatan yang mungkin muncul pada pasien KAD dan HHNK adalah :
1.      Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik.
2.      Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotik sekunder akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat.
3.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan zat keton dalam darah.

3.4   Rencana Keperawatan
No
Dx Kep
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1

 NOC:
1.      Respon ventilasi mekanik
2.      Respon penyapihan ventilasi mekanis
3.      Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
4.      Status respirasi
5.      Status tanda vital

Kritera Hasil:
1.      Menunjukan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh Status Pernafasan: Status Ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu: Kepatenan Jalan Nafas; dan tidak ada penyimpanan tanda vital dari rentang normal.
2.      Menunjukkan status pernafasan : Ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1-5: gangguan eksterm, berat, sedang, ringan, dan tidak ada gangguan):
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas.
Ekspansi dada simetris.
3.      Menunjukan tidak adanya gangguan Status Pernafasan: Ventilasi, yang dibuktikan oleh indikator berikut ( sebutkan 1-5: gangguan eksterm, berat, sedang, ringan, dan tidak ada gangguan).
Penggunaan otot aksesorius.
Suara nafas tambahan.
NIC:
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal.
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius, seperti krekels, mengi, gesekan pleural, dan kusmaul.
3.      Tinggikan kepala dan bantu mengubah  posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin.
4.      Dorong/ bantu pasien dalam nafas dalam.
5.      Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya: berikan oksigen tambahan
2

NOC:
1.    Keseimbangan elektrolit dan  asam-basa
2.    Keseimbangan cairan
3.    Hidrasi
4.    Status nutrisi: Asupan makanan dan cairan
Kriteria Hasil:
1.      Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan cairan, keseimbanagn elektrolit dan asam-basa, hidrasi yang adekuat, dan status nitrisi: asupan makanan dan cairan yang adekuat.
2.      Keseimbangan elektrolit dan asam-basa akan dicapai, dibuktikan oleh indikator gangguan berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Frekuensi nadi dan irama jantung apikal.
Frekuensi danirama nafas.
Kewaspadaan mental dan orientasi kognitif.
Elektrolit serum (misalnya, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium).
NIC:
1.      Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD
2.      Pantau masukkan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
3.      Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan ciran melalui oral sudah dapat diberikan.
4.      Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman. Selimuti pasien dengan selimut tipis.
Kolaborasi: beriakan terapi cairan sesuai denagn indikasi.
3

NOC:
1.      Pain Level
2.      Pain control
3.      Comfort Level
Kritera Hasil:
1.    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunaan teknik nonfarmaologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunkan managemen nyeri
3.    Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.    Menyatakan rasa nyaman  setelah nyeri berkurang

NIC:
1.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.    Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
3.    Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
4.    Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non famakologi dan interpersonal)
5.    Ajarkan teknik non farmakologi
6.    Tentukan lokasi, karakterstik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
7.    Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal












BAB 4
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Ketoasidosis Diabetik adalah komplikasi akut diabetes mellitus tipe 1 yang ditandai oleh hiperlikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskular, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik.
Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik adalah hiperglikemia dan hiperosmolaritas yang jelas dari ketoasidosis diabetik tetapi tanpa disertai ketoasidosis. Terapi dan penatalaksanaan KAD dan HHNK sama yakni dengan insulin, cairan dan penggantian elektrolit.
Masalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien KAD dan HHNK yaitu pola nafas yang tidak efektif, gangguan volume cairan dan elektrolit dan gangguan rasa nyaman nyeri.

4.2    Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan mengetahui asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem Endokrin terutama penyakit diabetes insipidus. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu berkolaborasi dalam menentukan jenis dan etiologi untuk rencana terapi karena dengan diagnosis dan terapi yang tepat akan mempercepat penyembuhan dan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Crowin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2010). Keperawatan kritis: Pendekatan holistik . Jakarta: EGC.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Stillwell, S. B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W., & Setiyohadi, B. (2007). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS