KONSEP TEORI MULTIPLE ORGAN DISFUNCTION SYNDROME (MODS)



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sindrom disfungsi organ multiple (multiple organ dysfungtion syndrome disingkat MODS) dapat terjadi pada penderita-penderita penyakit dengan kondisi kritis atau pasca trauma berat. Perjalanan alamiah sindrom ini meliputi perawatan yang lama diruang intensif sehingga menghabiskan dana dan upaya yang besar. MODS muncul sebagai akibat langsung dari meningkatnya kecanggihan alat-alat maupun obat-obatan untuk menunjang kehidupan sehingga berhasil memperpanjang hidup pasien-pasien kritis yang pada masa-masa sebelumnya tidak ada harapan lagi. Berdasarkan data dari penelitian-penelitian retrospektif terungkap bahwa ancaman utama terhadap kelangsungan hidup pasien-pasien kritis ini bukanlah penyakit yang mendasarinya ataupun komplikasinya, tetapi akibat suatu proses kegagalan fisiologis yang progresif pada beberapa system organ  (Guntur, 2007).
Terminologi dysfungtion, lebih dinamis dari pada failure, menunjukkan bahwa fenomena ini adalah suatu proses menuju kegagalan system organ dalam fungsinya mempertahankan homeostasis  (Guntur, 2007).
MODS memiliki angka kematian yang tinggi, dan pada sebagian besar pasien dukungan hidup tidak akan meningkatkan harapan hidup melainkan memperpanjang proses kematian dan menghabiskan biaya perawatan di ruang ICU (Fry, 1988). Sejak tahun 1973, MODS digambarkan sebagai jalur akhir dari suatu proses pasien dengan penyakit kritis di ICU  (Hamric & Spross, 2010).
Deskripsi pertama kali digambarakan di tahun 1940 saat perang dunia II dimana diamati pada setiap pasin dengan shock hipovolemik akibat dari perdarahan masif pada umumnya meninggal 10 hari kemudian dengan insufisiensi ginjal (Varon, 2008). Observasi ini mendasari penggunaan cairan kristaloid selama perang Korea. Setahun kemudian, di perang Vietnam, penggunaan cairan kristaloid dengan jumlah besar menyebabkan penurunan dari fungsi paru, yang dikenal dengan shock lung. Pada awal dan pertengahan tahun 1970an, peneliti mengenali adanya hubungan antara shock hemoragik atau infeksi dan multiorgan failure. Sejak saat itu kegagalan multiple organ pada waktu yang bersamaan atau dengan sekuens yang sama melahirkan hipotesa bahwa ada suatu mekanisme yang sama yang mendasari proses tersebut (Varon, 2008). Di Amerika Serikat, MODS terjadi pada 15-18% pasien ICU dan menjadi penyebab dari 80% kematian ICU dengan biaya lebih dari $100,000 per pasien atau hampir $500,000 untuk pasien yang selamat. Untuk populasi dunia, MODS terjadi pada 7% pasien dengan trauma multiple, dan 11% pada populasi ICU  (Hamric & Spross, 2010).
1.2         Rumusan Masalah
1.    Apa Definisi dari MODS?
2.    Apa Etiologi dari MODS?
3.    Bagaimanakah Manifestasi Klinis dari MODS?
4.    Bagaimana Patofisiologi dari MODS?
5.    Bagaimana Pathway dari MODS?
6.    Bagaimana sistem skoring yang digunakan dalam penilaian  MODS?
7.    Bagaimana mekanisme dari MODS?
8.    Bagaimana penatalaksanaan dari MODS?
1.3         Tujuan
1.    Untuk mengetahui definisi MODS
2.    Untuk mengetahui penyebab terjadinya MODS
3.    Untuk mengetahui tanda dan gejala MODS
4.    Untuk mengetahui patofisiologi MODS
5.    Untuk mengetahui pathway MODS
6.    Untuk mengetahui sistem skoring yang digunakan dalam penilaian MODS
7.    Untuk mengetahui mekanisme MODS
8.    Untuk mengetahui penatalaksanaan dari MODS
1.4         Manfaat
Manfaat yang diharapkan timbul dari pembuatan makalah ini, diantaranya adalah
1.1.1. Bagi Penulis
Makalah ini bermanfaat untuk menambahkan pengetahuan penulis tentang Multiple Organ Dysfungtion Syndrome


1.1.2. Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk bahan penelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan tentang Multiple Organ Dysfungtion Syndrome, sehingga dapat menghasilkan tenaga perawat profesional yang memiliki pengetahuan yang memadai sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan.
1.1.3. Bagi Pasien
Memahami dan membentuk persepsi positif tentang perilaku caring seorang perawat kepada pasien dengan Multiple Organ Dysfungtion Syndrome dan keluarganya.
1.1.4. Bagi Rumah Sakit
Meminimalisir adanya perubahan perilaku negatif baik dari pasien maupun keluarga dengan mengetahui dan memahami faktor-faktor yang dapat menjadikan terjadinya Multiple Organ Dysfungtion Syndrome.




BAB 2
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian
Sindroma Disfungsi Organ Multipel (Multiplle Organ Dysfunction Syndrome/MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah (melibatkan ≥ 2 sistem organ) pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi  (Smeltzer, 2001).
Multi Organ Disfungsi System (MODS), sebelumnya dikenal sebagai kegagalan organ multiple (MOF) atau kegagalan organ multi system (MSOF), diubah organ fungsi pada pasien akut yang membutuhkan medis, intervensi untuk mencapai homeostatis. Penggunaan “kegagalan organ multiple” atau “kegagalan organ multi system” harus dihindari karena frase yang didasarkan pada parameter fisiologis untuk menentukan apakah atau tidak organ tertentu yang gagal  (Hamric & Spross, 2010).

2.2         Etiologi
Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain adalah trauma dan proses inflamasi non-infeksi, seperti :
a.    Infeksi (bakteri, virus)
b.    Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
c.    Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
d.   Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi)  (Hamric & Spross, 2010).
Sedangkan faktor predisposisi terjadinya MODS menurut temuan dari sistem skoring APACHE II adalah :
a.    Umur lebih dari 65 tahun,
b.    Defisit persisten oxygen delivery setelah resusitasi pada kondisi shock akibat gangguan sirkulasi,
c.    Jaringan mati, trauma berat, operasi mayor,
d.   Gagal hati yang telah ada sebelumnya  (Guntur, 2007).



2.3         Manifestasi  Klinis
-       Gangguan Sirkulasi:
·      Bradikardi, denyut jantung < 50 permenit
·      Hipotensi, tekanan arteri rata-rata < 50 mmHg permenit
·      Ventrikel takikardi atau fibrilasi
·      Metabolik asidosis (pH < 7,2)
-       Gangguan  Respirasi:
·      Frekuensi nafas permenit <5 atau >40
·      Hiperkapni
·      Hipoksemia
-       Gangguan Ginjal
·      Output urine <400 cc/24 jam
·      Kreatinin serum > 150 mmol/l
-       Gangguan Hematologi
·      Leukopenia <1000 sel/mm3
·      Trombositopeni <20.000/mm3
·      Bukti adanya koagulasi intravaskuler diseminata
-       Gangguan Hepar
·      Defek koagulasi
·      Peninggian enzim hepar
-       Gangguan Gastrointestinal
·      Ileus paralitik
·      Gastroparesis
·      perdarahan
-       Gagal Neurologis : GCS < 6  (Smeltzer, 2001).

2.4         Patofisiologi
Akibat dari jejas local atau infeksi, mediator-mediator proinflamasi dilepaskan untuk melawan antigen-antigen asing dan mempercepat penyembuhan luka. Kemudian akan diikuti pelepasan mediator-mediator anti-inflamasi untuk meregulasi proses ini. Homeostasis dicapai dan pasien sembuh. Bila jejas patologis berat, dan mekanisme pertahanan lokasi tidak berhasil mengatasinya, maka mediator-mediator inflamasi akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan merekrut leukosit-leukosit baru di daerah inflamasi. Terjadilah respons terhadap stress di seluruh tubuh. Sekali lagi, mediator-mediator anti-inflamasi dilepaskan ke dalam sirkulasi sistemik untuk memperbaiki kaskade proinflamasi sehingga tercapai kembali homeostasis.
Bila respon proinflamasi sistemik yang terjadi sifatnya berat, atau bila respon anti-inflamasi sebagai kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal meregulasi respons proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan dengan predominan respons proinflamasi. Pada keadaan ini didapat tanda-tanda SIRS, dan mulai didapat ancaman terjadinya disfungsi organ. Sebaliknya, bila terjadi predominansi respon anti inflamasi, dengan akibat alergi dan imunosupresi, keadaan ini dinamakan compensatory antiinflamatory response syndrome disingkat CARS, kelangsungan hidup bergantung pada tercapainya homeostasis. Bila homeostasis tidak berhasil dicapai, sampailah pada fase terakhir proses patogenik ini, immunological dissonance. Pada fase ini keseimbangan antara proses pro dan anti inflamasi hilang  (Hamric & Spross, 2010). 
2.5 Pathway 
On process yaaa ^^            
 





















2.6         Skoring MODS
a.    Multiple Organ Dysfungtion Score
Skor 0-4 diberikan kepada seitap  sistem organ sesuai fungsinya (0 mengacu pada fungsi normal dan 4 mengacu pada disfungsi yangsangat berat)  dengan skor maksimum 24. Skor yang  diambil  untuk perhitungan adalah  skor terburuk untuk setiap sistem organ dalam periode 24  jam.  Tingginya skor  inisial berhubungan dengan mortalitas ICU dan MODS delta (hasil dari MODS selama perawatan di  ICU dikurangi MODS saat masuk) bahkan lebih dapat memprediksi keluaran. 3 Komponen kardiovaskuler mungkin tidak dapat dinilai pada semua pasien ICU, sehingga menjadi salah  satu limitasi praktis skor ini
b.   Sequentiel Organ Failure Assessment (SOFA)
Skor berkisar antara 0,  merujuk pada fungsi normal, sampai 4, merujuk pada keadaan sangat abnormal, berdasarkan keadaan terburuk dalam satu hari. Skor SOFA total yang tinggi (SOFA maksimum) dan perubahan/perbedaan SOFA yang  tinggi (SOFA maksimum total dikurangi SOFA total saat masuk)  berhubungan detal tangan keluaran yang  lebih buruk. Skor total tampak terus meningkat pada pasien yang meninggal dibandingkan pasien  yang selamat 4.
c.    Logistic Organ Dysfunction System (LODS)
Skor LODS dihitung bberdasarkan nilai terburuk suatu sistem  organ pada hari tertentu. Skor berkisar antara 0-5 yang melambangkan fungsi  normal hingga disfungsi berat. Karena keparahan relatif disfungsi organ berbeda antarra sistem  organ, skor ini  hanya memberikan nilai 5 pada sistem saraf,  ginjal, dan kardiovaskuler. Untuk disfungsi maksimum sistem pulmonal dan koagulasi, diberikan nilai 3, dan untuk hati, hanya diberikan nilai 1. Dengan demikian skor maksimum total adalah 22. Skor LODS digunakan hanya untuk sesekali pengukuran dalam 24 jam pertama perawatan di ICU, tidak untuk evaluasi bberulang. Sistem ini rumit, sehingga jarang digunakan dalam praktek sehari-hari  (Brunner & Suddarth, 2002).





Tabel 1. Perbandingan Parameter Antara Ketiga Sistem  Skoring MODS
Parameter
MODS
SOFA
LODS
Respirasi
PaO2/FiO2
PaO2/FiO2 Dukungan ventilasi
PaO2/FiO2 Status ventilasi/CPAP
Koagulasi
Hitung trombosit
Hitung trombosit
Hitung leukosit
HItung trombosit
Hati
Konsentrasi bilirubin
Konsentrasi bilirubin
Konsentrasi bilirubin
Waktu protombin
Kardiovaskuler
Frekuensi jantung X (CVP/MAP)
Tekanan darah
Dukungan adrenergik
Frekuensi jantung
Tekanan darah sistolik
SSP
GCS
GCS
GCS
Ginjal
Konsentrasi kreatinin
Konsentrasi kreatinin atau volume urin
Konsentrasi ureum dan keratinin volume urin.
CPAP Continuous Positive Airway Pressure; CVP Central Venous Pressure; MAP Mean Arterial Pressure; GCS Glasglow Coma Scale.
Skor yang  diperuntukkan terhadap perkembangan disfungsi organ  yang dapat digunakan untuk evaluasi berulang memberikan informasi lebih banyak terhadap perkembangan penyakit dan respons pasien terhadap terapi 4. Evaluasi berulang ini membantu memantau progresi pernyakit di ICU, sangat berkorelasi dengan  keluaran/kesintasan pasien, serta dapat membantu mengidentifikasi pasien yang tetap tidak responsive meskipun telah diberikan terapi yang tepat selama beberapa hari  (Smeltzer, 2001).

2.7         Mekanisme MODS
Secara umum, perjalanan MODS dibagi menjadi 4 stadium klinis:
a.    Stadium 1: pasien mengalami peningkatan kebutuhan volume cairan, alkalosis respiratorik ringan, disertai dengan oliguria, hiperglikemia, dan peningkatan kebutuhan insulin.
b.    Stadium 2: pasien mengalami takipnea, hipokapnia, hipoksemia, disfungsi hati moderat, dan mungkin abnormalitas hematologi.
c.    Stadium 3: terjadi syok dengan azotemia dan gangguan keseimbangan asam basa, serta abnormalitas koagulasi yang signifikan.
d.   Stadium 4: pasien membutuhkan vasopresor, mengalami oliguria/anuria, diikuti kolitis iskemik dan asidosis laktat  (Guntur, 2007).

2.8         Penatalaksanaan medis
Manajemen pasien MODS bersifat suportif, sedangkan terapi spesifik diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi penyakit dasar. Saat ini tatalaksana yang makin baik telah menurunkan mortalitas akibat MODS. Pencegahan menjadi langkah yang utama dan terpenting karena hingga saat ini belum ditemukan suatu terapi  yang spesifik. Namun, pada prinsipnya dibagi atas 2 yakni prevensi dan pengobatan dengan hal ingin dicapai terdapatnya adekuat oksigenasi jaringan, mengobati infeksi, adekuat nutrisional support dan bila mungkin melakukan tindakan seperti hemodialisis. Adapun tindakan yang perlu dilaksanakan :
a.    Pembedahan : teknik pembedahan yang baik sangat penting, karena penelitian didapat 40% kasus MODS disebabkan karena kesalahan pembedahan. Infeksi nosokomial menaikkan mortalitas menjadi 2 kali lipat. Cuci tangan, ruangan isolasi serta pelapisan kateter IV dengan silikon/ zat antibakteri dapat mengurangi insiden MODS.
b.    Resusitasi untuk mengatasi shock dan monitor kulit, tekanan darah, temperature, aliran urin, O2 saturasi dan asam laktat dan pH.
c.    Debridement dari jaringan yang telah membusuk
d.   Mengatasi infeksi yang terjadi baik infeksi intra abdominal, sepsis, infeksi oleh karena pemasangan kateter, infeksi yang berasal dari usus dan infeksi daari daerah lainnya.
e.    Memberikan nutrisi yang cukup baik dengan enteral, parenteral, bila perlu memberikan kalori yang berlebih. Pada MOSF non kalori intake 23-35 kalori/kg/hari (3-5 gr/kg/hari glukosa ditambah dengan 0,5-1 gm/kg/hari protein), untuk memberikan kalori digunakan keseimbangan harris benedict.
f.       Terapi yang diberikan kortikosteroid dan prostaglandin-1 inhibitor. Kemudian diberikan pula imunoterapi, fibronisentin yang merupakan suatu glikoprotein kompleks yang merangsang fagositosis, dan dapat pula diberikan ibuprofen.
g.    Kontrol kausa : hal terpenting dalam penatalaksanaan MODS adalah menghilangkan factor presipitasi dan penyebab atau sumber infeksi  (Hamric & Spross, 2010).



















BAB 3
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Sindroma Disfungsi Organ Multipel (Multiplle Organ Dysfunction Syndrome/MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah (melibatkan ≥ 2 sistem organ) pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi.
Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain adalah trauma dan proses inflamasi non-infeksi, seperti :
a.    Infeksi (bakteri, virus)
b.    Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
c.    Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
d.   Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi)
Tanda gejala MODS dapat mengenai semua organ tubuh seperti :
a.    Gangguan Sirkulasi:
b.    Gangguan  Respirasi:
c.    Gangguan Ginjal
d.   Gangguan Hematologi
e.    Gangguan Hepar
f.       Gangguan Gastrointestinal
g.    Gagal Neurologis : GCS < 6
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui skor dari MODS, diantaranya adalah Multiple Organ Dysfungtion Score, Sequentiel Organ Failure Assessment (SOFA) dan Logistic Organ Dysfunction System (LODS)
Pada prinsipnya penatalaksanaan  pasien dengan MODS dibagi atas 2 yakni prevensi dan pengobatan dengan hal ingin dicapai terdapatnya adekuat oksigenasi jaringan, mengobati infeksi, adekuat nutrisional support seperti resusitasi, debridement, mengatasi infeksi, memberikan nutrisi yang cukup, terapi yang diberikan kortikosteroid dan prostaglandin-1 inhibitor, dan kontrol kausa.



3.2         Saran
3.2.1   Bagi Penulis
Sebaiknya lebih banyak membaca dan mencari referensi terkait dengan pioderma agar  menambah pengetahuan dan wawasan, serta mengaktualisasikan pada proses menjadi perawat professional yang memahami tentang Multiple Organ Dysfunction Syndrome.
3.2.2   Bagi Perawat
Sebaikya perawat memiliki pengeatahuan lebih terkait klien dengan Multiple Organ Dysfunction Syndrome karena berhubungan dengan proses penyembuhan maka harus dilakukan tindakan yang tepat untuk masalah klien.
3.2.3   Bagi Pasien dan Keluarga
Sebaiknya pasien dan keluarga dapat dengan terbuka dalam memahami tentang Multiple Organ Dysfunction Syndrome mulai dari pengertian, penyebab, tanda gejala terutama penatalaksanaannya.
3.2.4   Bagi Rumah Sakit
Sebaiknya pihak rumah sakit lebih mampu dalam meminimalisir perubahan perilaku negatif baik dari pasien maupun keluarga dengan fasilitas dan pengobatan yang memadai dalam pelayanan sehingga memberikan dukungan untuk kesembuhan pasien.













DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Vol. 3. Jakarta: EGC.
Guntur, H. (2007). Buku Ajar Ilmu Pennyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Hamric, A. B., & Spross, J. A. (2010). Advanced Nursing Practice Second Edition. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 . Jakarta: EGC.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK

Konsep teori dan askep Ketoasidosis Diabetikum (KAD) dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik (HHNK)

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS