KONSEP TEORI INFEKSI SALURAN KEMIH POSTPARTUM, MASTITIS DAN TROMBOPLEBITIS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas
bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa
nifas diperlukan dalam periode masa nifas karena merupakan masa kritis baik ibu
maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama
pasca persalinan (Saifuddin, 2006).
Penanganan umum selama masa nifas antara lain
antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau komplikasi dalam masa
nifas, memberikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas, melanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau
infeksi yang dikenali pada saat kehamilan maupun persalinan, jangan pulangkan
penderita apabila masa kritis belum terlampau, memberi catatan atau intruksi
untuk asuhan mandiri di rumah, gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus
mendapat pertolongan dengan segera serta memberikan hidrasi oral atau IV
secukupnya (Saifuddin, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
konsep teori infeksi saluran kemih postpartum?
2. Bagaimana
konsep teori mastitis?
3. Bagaimana
konsep teori tromboplebitis?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui konsep teori infeksi saluran kemih postpartum.
2. Untuk
mengetahui konsep teori mastitis.
3. Untuk
mengetahui konsep teori tromboplebitis.
1.4 Manfaat
Manfaat yang
diharapkan timbul dari pembuatan makalah ini, diantaranya adalah
1. Bagi Penulis
Makalah ini bermanfaat untuk menambahkan
pengetahuan penulis tentang konsep teori infeksi postpartum
2. Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat
digunakan sebagai referensi untuk bahan penelitian selanjutnya dan
menambah pengetahuan tentangkonsep teori infeksi postpartum, sehingga dapat
menghasilkan tenaga perawat profesional yang memiliki pengetahuan yang memadai
sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan.
3. Bagi Pasien
Memahami dan membentuk persepsi positif
tentang perilaku caring seorang
perawat kepada pasien infeksi
postpartum dan keluarganya.
4. Bagi
Rumah Sakit
Meminimalisir adanya perubahan perilaku
negatif baik dari pasien maupun keluarga dengan mengetahui dan memahami
faktor-faktor yang dapat menjadikan terjadinya infeksi pada postpartum.
BAB 2
KONSEP TEORI
2.1 Infeksi
Saluran Kemih Post Partum
2.1.1
Definisi
Infeksi
saluran kemih (ISK) adalah suatu inflamasi pada epitel saluran kemih sebagai
respon terhadap patogen bakteri yang biasanya berhubungan dengan piuria dan
bakteriuria (Brasher, 2007)
Kejadian
infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan
dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktupersalinan,
pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau katerisasi
yang sering (Krisnadi, 2005)
2.1.2
Klasifikasi
1. Menurut
Grace (2006), berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.
Infeksi saluran kemih asimtomatik adalah
bakteriuria bermakna tanpa gejala.
b. Infeksi
saluran kemih simtomatik: bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda
klinik.
2. Menururt Grace (2006), berdasarkan lokasi infeksi, ISK
dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Infeksi
saluran kemih atas
1)
Pielonefritis (inflamasi pelvis ginjal)
akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Selain itu,
penyakit ini dapat melalui infeksi yang ditularkan lewat darah.
2)
Pielonefritis (inflamasi pelvis
ginjal) kronis dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang sering mengidap batu
ginjal dan obstruksi lain atau refluks vesikoureter.
b. Infeksi
saluran kemih bawah
1)
Sistitis adalah radang kandung kemih
yang disertai bakteriuria bermakna.
2)
Urethritis adalah infeksi dari urethra
yaitu saluran yang membawa air kemih dari kandung kemih ke luar tubuh.
3.
Menururt Rusdijas (2012), berdasarkan
kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi 2:
a.
Infeksi saluran kemih kompleks adalah
ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan statis atau aliran balik (refluks) urin.
b.
Infeksi saluran kemih simpleks adalah
ISK tanpa kelainan struktural maupun fumgsional saluran kemih.
2.1.3
Etiologi
Ada
beberapa penyebab infeksi saluran kencing pada masa nifas,yaitu
1.
Bakteri
Escherecia coli merupakan penyebab yang sering ditemukan pada kasus ISK.
Bakteri ini dapat berasal dari flora
usus yang keluar sewaktu buang air besar, dan jika bakteri berkembang biak akan
menjalar ke saluran kencing dan naik ke kandung kemih dan ginjal,ini lah yang
menyebabkan ISK.
2.
Trauma
kandung kemih waktu persalinan
3.
Pemeriksaan
dalam yang sering
4.
Kontaminasi
kuman dari perineum
5.
Kateterisasi
yang sering
6.
Nutrisi
yang buruk
7.
Defisiensi
zat besi
8.
Persalinan
lama
9.
Ruptur
membran
10. Episiotomi
11. Sestio Cessaria
2.1.4
Manifestasi klinis
1.
Nyeri
dibawah perut
2.
Susah
kencing atau keluar hanya sedikit
3.
Sering
berkemih dan tak dapat ditahan
4.
Retensi
urin
5.
Demam
6.
Menggigil
7.
Perasaan
mual dan muntah
8.
Lemah
9.
Nyeri
pinggang
2.1.5
Patofisiologi
Infeksi saluran kemih ini terjadi akibat pengaruh
hormon progesterone terhadap tonus otot dan peristaltic,dan yang lebih penting
lagi adalah akibat penyumbatan mekanik oleh
rahim yang membesar saat hamil.
Tiga cara terjadinya ISK,yaitu
1.
Penyebaran
melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian
saluran kemih.
2.
Penyebaran
melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke kandung kencing
atau ginjal.
3.
Terjadi
migrasi kuman secara asenden (dari bawah ke atas) melalui uretra, ke kandung
kencing(buli-buli) dan ureter ke ginjal.ikroorganisme memasuki saluran kemih
2.1.6
Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis
·
Leukosuria atau piuria: merupakan salah
satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
·
Hematuria: hematuria positif bila
terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh
berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.
2. Bakteriologis
·
Mikroskopis
·
Biakan bakteri
3.
Kultur urine untuk mengidentifikasi
adanya organisme spesifik
4.
Hitung koloni: hitung koloni sekitar
100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen
dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5.
Metode tes
·
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes
esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes
esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat,
Griess positif jika terdapat bakteri
yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia
akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis,
neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7.
Tes- tes tambahan:
Urogram
intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur
urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi
yang resisten.
2.1.7
Komplikasi
1.
Pielonefritis
(radang pada piala ginjal)
2.
Hipertensi
3.
Anemia
4.
Angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
2.1.8
Manajemen medis dan perawatan
1.
Manajemen medis
Infeksi saluran kemih awal dapat diobati dengan
ampisillin (250 mg empat kali sehari) atau nitrofurantoin (100 mg per oral
empat kali sehari). Gantilah dengan obat lain sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium tetapi obati selama 2 minggu.
Untuk mengatasi keluhan
urgensi dan urinary frequency,berikan piridium 100 mg empat kali sehari.
Keluarkan cairan secara paksa (jika diperlukan) dan asamkan urin (vitamin C).
Berikan obat analgetik pencahar dan antipiretik jika diperlukan.
Pengobatan antibiotik yang terpilih meliputi golongan
nitrofurantoin, sulfonamide,trimetroprim, sulfametoksazol, atau sefalosporin.
Banyak penelitian yang melaporkan resistensi mikrobial terhadap golongan penisilin
(Krisnadi, 2005).
2. Manajemen
perawatan
a. Mengurangi
nyeri dan ketidaknyamanan
Nyeri
dan ketidaknyamanan dapat dikurangi dengan ketika antimikrobia dimulai. Agen
antispamodic mebantu dalam mengurangi iritabilitas kandung kemih dan nyeri.
Aspirin, pemanasan perineum dan mandi rendam panas membantu mengurangi
ketidaknyamanan dan spasme.
b. Mengurangi
frekuensi (berkemih), urgency dan hesitancy
Pasien
didorong untuk minum dengan bebas sejumlah cairan (air adalah pilihan terbaik)
untuk mendukung aliran darah renal dan untuk membilas bakteri dari traktur
urinarius. Hidari cairan yang dapat mengiritasi kandung kemih (misal ; kopi,
teh, cola, alkohol).
c. Pendidikan
pasien
Pasien
harus menerima perincian instruksi berikut :
1. Mengurangi
konsentrasi patogen pada orifisium vagina (khusus pada wanita) melalui tindakan
hygnie : seing mandi pancuran dari pada rendam karena bakteri dalam air bak
dapat masuk ke uretra, bersihkan sekeliling perineum dan meatus uretra setiap
selesai defekasi dengan gerakan dari depan ke belakang.
2. Minum
dengan bebas sejumlah cairan dalam sehari untuk membilas keluar bakteri dan
hindari untuk minum kopi, teh, cola dan alkohol.
3. Berkemih
setiap 2-3 jam dalam sehari dan kosongkan kandung kemih dengan sempurna hal ini
mencegah distensi kandung kemih yang berlebihan dan gangguan terhadap suplai
darah ke dinding kandung kemih yang merupakan predisposisi systitis.
4. Jika
bakteri tetap muncul dalam urin, terapi antimikrobia jangka panjang diperlukan
untuk mencegah kolonisasi area periuretral dan kekambuhan infeksi.
5. Konsul
ke tenaga kesehatan secara teratur untuk tindak lanjut, kekambuhan gejala atau
infeksi nonresponsif terhadap penanganan.
2.2 Mastitis
2.2.1
Definisi
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma,
terutama pada primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus,
infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin
juga melalui peredaran darah (Prawirohardjo,
2005)
2.2.2
Klasifikasi
Macam-macam
mastitis dibedakan berdasarkan tempatnya serta berdasarkan penyebab dan
kondisinya. Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Mastitis
yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2. Mastitis
di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
3. Mastitis
pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Sedangkan
pembagian mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi 3, yaitu
:
1. Mastitis
periductal
Mastitis
periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause, penyebab
utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary
duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada
saluran di payudara.
2. Mastitis
puerperalis/lactational
Mastitis
puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab utama
mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang
ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
3. Mastitis
supurativa
Mastitis
supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman Staphylococcus,
jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC memerlukan penanganan yang
ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan
payudara/mastektomi.
2.2.3
Etiologi
1.
Bayi
tidak mau menyusu sehingga ASI tidak diberikan secara adekuat yang akan
menyebabkan mastitis jika tidak segera ditangani.
2.
Lecet
pada puting susu yang menyebabkan kuman staphylococcus aureus masuk menyebabkan
infeksi mastitis
3.
Personal
higiene ibu kurang, terutama pada puting susu
4.
Bendungan
air susu yang tidak adekuat di tangani sehingga menyebabkan mastitis (Saifuddin, 2002).
2.2.4
Manifestasi klinis
1.
Payudara
bengkak, terlihat membesar
2.
Teraba
keras dan benjol-benjol
3.
Nyeri
pada payudara
4.
Merasa
lesu
5.
Suhu
badan meningkat, suhu lebih dari 38
(RI, 2007)

2.2.5
Patofisiologi
Terjadinya
mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat
beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering
adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang
ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1%.
2.2.6
Pemeriksaan penunjang
1. Lab
darah
2. Kultur
kuman
3. Uji
sensivitas
4. Mammografi
5. USG
Payudara
2.2.7
Komplikasi
1.
Galaktokele
adalah kista yang berisi susu.
2.
Kelainan
puting susu
3.
Penghentian
laktasi
4.
Mastitis berulang atau kronis
5.
Abses
2.2.8
Manajemen medis danperawatan
1.
Manajemen medis
a.
Penyebab utama adalah sthaphylo coccus aureus, maka
dapat diberikan antibiotika jenis
penicillin
b.
Berikan
kloksalisin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
c.
Berikan
paracetamol 500 mg 3 x sehari
2.
Manajemen perawatan
a.
Segera setelah mastitis ditemukan berikan edukasi
ke pasien agar memberikan ASI
sesering mungkin tanpa jadwal.
b.
Kompres dingin
c.
Lakukan
perawatan payudara “Post Natal Breast Care”
2.3 Tromboplebitis
2.3.1
Definisi
Tromboplebitis
adalah perluasan atas invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah
di sepanjang vena dan cabang-cabangnya (Saifuddin,
2006)
2.3.2
Klasifikasi
1. Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis
mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika,
vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah vena
ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di
bagian atas uterus. Proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena
ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksidari vena
ovarikadekstra ialah ke vena kava inferior. Peritoneum, yang menutupi vena
ovarikal dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan
perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterina
ialah ke vena iliaka komunis.
2. Tromboflebitis
femoralis
Tromboflebitis
femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena
poplitea dan vena safena.
2.3.3
Etiologi
Insiden
tromboembilitis pada kehamilan dan puerperium adalah lima kali lebih tinggi
dibandingkan wanita yang tidak hamil pada usia yang sama.Tromoemboli adalah
penyebab utama kematian maternal di Amerika Serikat.Trombosis vena terjadi pada
satu dari 2000 wanita selama kehamilan dan satu dari 700 wanita setelah
melahirkan.
Umumnya
etiologi trombus disebabkan oleh tiga hal yang dikenal dengan “trias Vischow”
1. Perubahan
susunan darah (hiperkoagulasi)
Kehamilan dikarakteristikan oleh
perubahan dalam pembekuan oleh sistem fibrinosis yang berlangsung selama
periode postpartum.Meningkatnya sistem fibrinosis ( aktivasi plasminogen dan
antitrombin yang menyebabkan penghancuran ditekan.Keuntungannya yaitu mencegah
perdarahan maternal melalui peningkatan pembentukan bekuan.Disamping
itu,menyebabkan resiko tinggi pembentukan trombus selama kehamilan dan periode postpartum.
2. Perubahan
laju peredaran darah ( statis vena )
Kehamilan menyebabkan peningkatan statis
vena pada ekstermitas bawah dan pelvis sebagai hasil dari tekanan pembuluh
darah besar karena pembesaran uterus.Statis paling nyata ketika wanita hamil
berdiri untuk periode waktu yang lama.Statis menyebabkan dilatasi pembuluh
darah potensial beranjut hingga postpartum.Inaktivitas relatif selama kehamilan
juga berperan penting dalam bendungan vena dan darah yang statis di ekstermitas
bawah.Waktu yang lama dalam memijakan kaki selama kehamilan dan perbaikan
episiotomi juga meningkatan vena statis dan pembentukan trombus.
3. Perlakuan
interna pembuluh darah
Dapat terjadi pada tindakan
operasi.Dapat didahului oleh proses operasi atau inflamasi.Perlakuan pada
interna menyebabkan pembuluh darah kehilangan muatan listrik,sehingga trombus
mudah menempel pada dinding pembuluh tersebut.
·
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi pada tromboembolisme adalah sebagai berikut :
1. Bedah
kebidanan
2. Multiparitas
3. Varises
4. Infeksi
nifas
5. Kebiasaan
merokok yang berat
6. Kontrasepsi
oral
7. Inaktivitas
8. Riwayat
tromboflebitis
9. Perluasan
infeksi endometrium
10. Mempunyai
varises pada vena
2.3.4
Manifestasi
klinis
1. Pelviotromboflebitis
·
Nyeri, yang terdapat pada perut bagian
bawah dan atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
·
Penderita tampak sakit berat dengan
gambaran karakteristik sebagai berikut:
-
Menggigil berulang kali. Menggigil
inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam
saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak
panas
-
Suhu badan naik turun secara tajam (36
menjadi 40
), yang diikuti dengan penurunan
suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).


-
Penyakit
dapat berlangsung selama 1-3 bulan.
-
Cenderung
berbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru.
2. Tromboflebitis
femoralis
·
Keadaan umum tetap baik, suhu badan
subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke
10-20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
·
Pada salah satu kaki yang terkena
biasanya kaki kri, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
-
Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan
rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
-
Seluruh bagian dari salah satu venaa
pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
-
Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah
paha.
-
Reflektorik akan terjadi spasmus arteria
sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi
menurun.
-
Edema kdang-kadang terjadi sebelum atau
setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih
sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari
bawah ke atas.
-
Nyeri pada betis, yang dapat terjadi
spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda
Homan).
2.3.5
Patofisiologi
Formasi
trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagulabilitas darah atau
kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stattis vena lazim dialami oleh
orang-orang imobil maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot
yang tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi
pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk,
berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil. Hiperkoagulabilitas
darah yang menyertai trauma, kelahiran dan myocardial infret juga mempermudah
terjadinya trombosis. Infus intravena, kanulasi atau beberapa penyakit misalnya
penyakit buerger juga dapat menyokong trombus.
2.3.6
Pemeriksaan
penunjang
1. Ultrasonograf Doppler
Tehnik dopler
memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuan katub pada vena
profunda,vena penghubung dan vena yang mengalami pervorasi
2. Pemeriksaan
hematokrit
Mengidentifikasi
Hemokonsentrasi
3. Pemeriksaan
Koagulasi
Menunjukkan
hiperkoagulabilitas
4. Biakan
darah
Pemeriksaan Baik aerob
maupun anaerob dapat membantu. Organisme yang penting untuk di antisipasi
meliputi Streptokokus aerob dan anaerob. Staphilokokus aureus ,Eschercia coli
dan Bakteriodes
5. Pemindai
ultrasuond dupleks
Dengan tehnik ini
obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi dan dilokalisasi dan dapat
dilihat diagram vena-vena penghubung yang tidak kompeten
6. Venografi
Bahan kontras
disuntikkan kedalam sistem vena untuk
memberikan gambaran pada vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis.
2.3.7
Komplikasi
1. Komplikasi
pada paru-paru: infark, abses, pneumonia.
2. Komplikasi
pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan
hematuria.
3. Komplikasi
pada persendian, mata dan jaringan subkutan
2.3.8
Manajemen
medis dan perawatan
1.
Manajemen medis
·
Pemberian antibiotika, heparin jika
terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum.
·
Pemberian analgetik
·
Terapi operatif dengan pengikatan vena
kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai
mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.
2.
Manajemen perawatan
·
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema,
lakukan kompresi pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut
elastik atau memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.
·
Anjurkan tirah baring
BAB
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejadian
infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan
dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktupersalinan,
pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau katerisasi
yang sering.
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma,
terutama pada primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus,
infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin
juga melalui peredaran darah.
Tromboplebitis
adalah perluasan atas invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah
di sepanjang vena dan cabang-cabangnya.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan penulisan makalah ini di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis khusunya juga bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Brasher, V. L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi:
Pemeriksaan & Manajemen Ed.2. Jakarta: EGC.
Grace, P. A.
(2006). At a Glance Ilmu Bedah Ed. 3. Jakarta: Erlangga.
Krisnadi, S. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi Ed. 2 FK Universitas Padjadjaran. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
RI, D. (2007). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Dinkes.
Rusdijas, R. R.
(2012). Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: IDAI.
Saifuddin, B. (2002). Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, B. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
Komentar
Posting Komentar