ASKEP ACUTE LUNGS OEDEM (ALO)



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Edem paru akut (EPA) adalah akumulas cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardia) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non cardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepatsehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edem paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.EPA adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi  (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitr 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko social dan spiritual  (ESC, 2012).
Penyakit edem paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 19,24 (tahun 2002) dan 23,87 (tahun 2003)  (Hamric & Spross, 2010).
Dari uraian di atas, maka perlu kiranya pembahasan lebih sistematik dan detail terkait edem paru. Walaupun nantinya judul akan cenderung sangat luas karena edem paru akut tersebut bisa dibagi berdasarkan penyebab dan manifestasi klinis.
1.2         Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep teori dari Acute Lungs Oedem (ALO)?
2.      Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Acute Lungs Oedem (ALO)?
1.3         Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep teori dari Acute Lungs Oedem (ALO)
2.      Untuk menetahui bentuk asuhan keperawatan pada apasien dengan  Acute Lungs Oedem (ALO)

1.4         Manfaat
Manfaat yang diharapkan timbul dari pembuatan makalah ini, diantaranya adalah
1.      Bagi Penulis
Makalah ini bermanfaat untuk menambahkan pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Acute Lung Odema (ALO)
2.      Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk bahan penelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan  pada klien dengan Acute Lung Odema (ALO), sehingga dapat menghasilkan tenaga perawat profesional yang memiliki pengetahuan yang memadai sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan.
3.      Bagi Pasien
Memahami dan membentuk persepsi positif tentang perilaku caring seorang perawat kepada pasien Acute Lung Odema (ALO) dan keluarganya.
4.      Bagi Rumah Sakit
Meminimalisir adanya perubahan perilaku negatif baik dari pasien maupun keluarga dengan mengetahui dan memahami faktor-faktor yang dapat menjadikan terjadinya Acute Lung Odema (ALO)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Definisi
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas  (Wilkins, 2002).
Menurut  (Wilkins, 2002) Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi. Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).
Menurut  (Baradero, 2008) Oedema Paru Akut adalah suatu keadaan darurat medis yang diakibatkan oleh kegagalan berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat ventrikel kiri, edema paru akut dapat pula diakibatkan oleh Inhalasi gas yang memberi rangsangan seperti karbon monoksida, overdosis obat barbiturat atau opiate, pemberian cairan infus, plasma, transfusi darah yang terlalu cepat. Edema paru yang disebabkan oleh kegagalan jantung menimbulkan peningkatan tekanan vena kapiler-kapiler pulmonal. Peningkatan takanan pulmonal ini melebihi tekanan intravaskular osmotik. Oleh karena itu, cairan plasma dari kapiler dan venula dapat masuk ke dalam alveoli melalui membran alveolar-kapilar. Dari alveoli, cairan dapat dengan cepat memasuki bronkiale, dan bronki pasien dapat tenggelam dalam cairan ini.

2.2         Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
1.    Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2.    Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a.    Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b.    Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c.    Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d.   High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e.    Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f.      Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g.    Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema
h.    Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil  (Brunner & Suddarth, 2002).
2.3         Etiologi
1.    Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a.    Peningkatan tekanan kapiler paru :
-       Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
-       Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.
-       Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b.    Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c.    Peningkatan tekanan negatif intersisial :
-       Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
-       Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d.   Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
-       Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2.    Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a.    Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b.    Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).
c.    Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d.   Aspirasi asam lambung.
e.    Pneumonitis radiasi akut.
f.     Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g.    Disseminated Intravascular Coagulation.
h.    Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.
i.      Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j.      Pankreatitis Perdarahan Akut.
3.    Insufisiensi Limfatik :
a.    Post Lung Transplant.
b.    Lymphangitic Carcinomatosis.
c.    Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4.    Tak diketahui/tak jelas
a.    High Altitude Pulmonary Edema.
b.    Neurogenic Pulmonary Edema.
c.    Narcotic overdose.
d.   Pulmonary embolism.
e.    Eclampsia
f.     Post Cardioversion.
g.    Post Anesthesia.
h.    Post Cardiopulmonary Bypass  (Baradero, 2008).
2.4         Manifestasi Klinis
Menurut  (Brunner & Suddarth, 2002) terdapat beberapa manifestasi yang mungkin timbul pada pasien dengan edema paru, yakni sebagai berikut :
a.    Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan biasanya didahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
b.    Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
c.     Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
d.   Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
e.    Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati panik, pasien mulai bingung dan kemudian stupor.
f.       Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
a.    Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b.    Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
c.    Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati  (Hamric & Spross, 2010).
Menurut penyebabnya, dapat pula dibedakan menjadi Edem Paru Kardiak dan non kardiak dengan perbedaan sebagai berikut :
 
EDEMA PARU KARDIAK
EDEMA PARU NON KARDIAK
Riwayat Penyakit
Penyakit Jantung
Penyakit diluar jantung
Pemeriksaan klinik
Akral dingin
S3 galop kardiomegali
Distensi vena jugularis
Ronkhi basah
Akral hangat
Pulsasi nadi meningkat
Tidak terdengar gallop
Tidak ada distensi vena jugularis
Vena jugularis
Ronkhi kering
Terdapat penyakit dasar (peritonitis,dsb)
Tes Lab
Enzim jantung mungkin meningkat
Tekanan kapiler pasak paru <18 mmHg
Cairan edema/protein serum >0.5
Enzim jantung biasanya normal
Tekanan kapiler pasak paru <18 mmHg
Cairan edema/serum protein >0.7
EKG
Iskemia/infark
Biasanya normal
Foto thorax
Distribusi perifer
Distribusi perifer





(ESC, 2012)
2.5         Patofisiologi
Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi atriol paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini akan memberi dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran nafas kecil yang telah dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderita dengan gagal jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbulah dalam distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada penderita dalam posisi tegak  (Kowalak, 2011).
2.6 Pathway


























2.7         Penatalaksanaan
Penatalaksanaan edem paru kardiogenik berdasarkan  (ESC, 2012). Sistematikanya yakni sebagai berikut :
a.    Pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan diuretic, dosis yang direkomendasikan sebesar 2,5x dari dosis oral yang biasanya diberikan. Dapat diulang jika diperlukan.
b.    O2 saturasi dengan pulse oximeter <90 paO2 <60dapat diberikan, yang terkait dengan peningkatan resiko mortalitas jangka pendek. Oksigen tidak boleh digunakan secara rutin pada pasien non-hipoksemia karena menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan curah jantung
c.    Biasanya dimulai dengan O2 40-60% dititrasi sampai SaO2<90% hati-hati pada pasien yang mempunyai resiko retensi CO2.
d.   Contoh, pemberian morfin 4-8 mg ditambah metoclopramide 10 mg, observasi adanya depresi pernafasan, dapat diulang jika diperlukan.
e.    Akral dingin, tekanan darah rendah, produksi urine yang sedikit, bingung/kesadaran menurun, iskemik miokardial.
f.       Contoh, mulai pemberian infus dobutamine 2,5 mikrogr/kg/menit, dosis dinaikkan 2x lipat tiap 15 menit tergantung respon (titrasi dosis dibatasi jika terdapat takikardia, aritmia atau iskemik). Dosis>20 mikrogr/kg/menit jarang sekali diperlukan. Bahkan dobutamine mungkin memiliki aktivitas vasodilator ringan sebagai akibat dati stimulasi beta-2 adrenoseptor.
g.    Pasien harus diobservasi ketat secara regular (gejala, denyut dan ritme jantung SpO2, tekanan darah sistolik, produksi urine) sampai stabil dan pulih.
h.    Contoh, mulai pemberian infus NGT 10 mikrogram/menit dan dosis dinaikkan 2x lipat tiap 10 menit tergantung respon, biasanya titrasi naiknya dosis dibatasi oleh hipotensi. Dosis>100 mikrogram/min jarang sekali diperlukan.
i.        Respon yang adekuat ditandai dengan berkurangnya dyspnea, diuresis yang adekuat (produksi urine >100 ml/jam dalam 2 jam pertama), peningkatan saturasi O2 dan biasanya terjadi peurunan denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang seharusnya terjadi dalam 1-2 jam pertama. Aliran darah perifer juga dapat meningkatkan seperti yang ditandai oleh penurunan vasokonstriksi kulit, peningkatan suhu kulit, dan perbaikan dalam warna kulit. Serta adanya penurunan ronkhi.
j.        Setelah pasien nyaman dan diuresis yang stabil telah dicapai, ganti terapi IV dengan pengobatan diuretic oral
k.    Menilai gejala yang relevan dengan HF (dypnea, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea), komorbiditas (misalnya nyeri dada akibat iskemia miokard), dan efek samping pengobatan (misalnya simptomatik hipotensi). Menilai tanda-tanda kongesti/edem perier dan paru, denyut dan irama jantug, tekanan darah, perfusi perifer, frekuensi pernafasan serta usaha pernafasan. EKG (ritme/iskemia dan infark) dan kimia darah/ hematologi (anemia, gangguan elektrolit, gagal ginjal) juga harus diperiksa. Pulse oxymetry (atau pengukuran gas darah arteri) harus diperiksa dan diperiksakan ekokardiografi jika belum dilakukan.
l.        Produksi urine < 100 ml/jam dalam 1-2 jam pertama adalah respon awal pemberian diuretic IV yang tidak adekuat (dikonfirmasi melalui kateter urine).
m.  Pada pasien dengan tekanan darah masih rendah/ shock, dipertimbangkan diagnosis alternative (emboli paru misalnya), masalah mekanis akut, dan penyakit katup yang berat (terutama stenosis aorta). Kateterisasi artei paru dapat mengnditifikasi pasien dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang tidak adekuat (lebih tepat dalam menyesuaikan terapi vasoaktif)
n.    Balon pompa intra aorta atau dukungan sirkulasi mekanik lainnya harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak terdapat kontraindikasi
o.    CPAP dan NIPPV harus dipertimbagkan pada pasien yang tidak terdapat kontraindikasi. Ventilasi non-invasif continuous positive airway pressure dan noninvasive intermittent positive pressure ventilation (NIPPV) mengurangi dyspnea dan meningkatkan nilai fisiologis tertentu (misalnya saturasi oksigen) pada pasien dengan edema paru akut. Namun, penelitian RCT besar yang terbaru menunjukan bahwa ventilasi non-invasif tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan angka kematian bila dibandingkan dengan terapi standar, termasuk nitrat (dalam 90% dari pasien) dan opiate (di 51% dari pasien). Hasil ini berbeda dengan penelitian dari metaanalisis sebelumnya dengan studi yang lebih kecil. Ventilasi non-invasif dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk meringanan gejala pada pasien dengan edem paru dan gangguan pernafasan parah atau pada pasien yang kondisinya gagal membaik dengan terapi farmakologis. Kontraindikasi untuk penggunaan ventilasi non invasive meliputi hipotensi, muntah, kemungkinan pneumothorax dan depressed consciousness.
p.    Dipertimbangkan untuk dilakukan pemasangan intubasi endotrakeal dan ventilasi invasive jika hipoksemia memburuk, gagal upaya pernafasan, meningkatnya kebingungan/penurunan tingkat kesadaran, dll.
q.    Meningkatkan dosis loop diuretic hingga setara dengan furosemide 500 mg
r.       Jika tidak ada respon terhadap penggandaan dosis diuretic meskipun tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat (baik disimpulkan atau diukur secara langsung) maka mulai infus dopamine 2,5 mikrogram/kg/menit. Dosis yang lebih tinggi tidak dianjurkan untuk meningkatkan diuresis
s.     Jika langkah 17 dan 18 tidak menghasilkan diuresis yang adekuat dan pasien tetap terjadi edem paru maka ultrafiltasi terisolasi venovenous harus dipertimbangkan.

Berikut adalah algoritma penatalaksanaan edem paru non kardiogenik
a.    Posisi ½ duduk
b.    Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator.
c.     Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.
d.   Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
e.    Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
f.       Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
g.    Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
h.    Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
i.        Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
j.        Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
k.    Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel/corda tendinae

2.8         Pemeriksaan Penunjang
a.     EKG : Hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat, disritmia misal takikardia, fiblirasi atrial, mungkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisme ventricular ( dapat mengakibatkan gagal / disfungsi jantung )
b.     Sonogram ( ekokardiogram, ekokardiogram dopple ) : dapat menunjukan dimensi perbearan bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventricular
c.    Skan jantung ( multigated acquisition/MUGA ) : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding
d.   Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntik ke dalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi /perubahan kontraktilitas
e.      Laboratorium
-       Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
-       Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
f.       Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
g.    Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung  (Baradero, 2008).
2.9         Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda  (Dongoes & Marilynn, 2002).
2.10     Prognosis
Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab/pencetus yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama  (Dongoes & Marilynn, 2002).









BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    Pengkajian
·         Identitas Pasien
Nama                        : -
Umur                         : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
Jenis Kelamin            : laki-laki lebih sering daripada wanita
Alamat                      : berada ditempat yang tinggi (gagal adaptasi)
Pekerjaan                  :tempat kerja yang berpolusi dan lingkungan yang tidak sehat
Pendidikan                : rendahnya pendidikan sehingga
Suku/Bangsa             :pola kebiasaan suatu suku seperti merokok, makanan
berkolesterol atau tinggi garam
·         Keluhan Utama
Sesak Nafas
·         Riwayat Kesehatan
-       Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, perut terasa penuh, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
-       Riwayat Kesehatan Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
-       Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya kelainan jantung yang bersifat menurun/genetik dari keluarga
·         Pemeriksaan Fisik
-       Keadaan umum      : cukup
-       Kesadaran               : composmentis/stupor
-       TTV
TD  : menurun (aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau
tanda dari syok kardiogenik) atau dapat juga meningkat (kompensasi pembuluh darah melakukan vasokonstriksi agar pasokan darah dapat sampai pada anggota tubuh distal (N=110/70 – 120/80 mmHg)
N     : meningkat/takikardi (kompensasi jantung untuk memompa lebih
cepat akibat kebutuhan metabolisme tubuh yang  membutuhkan pasokan O2 lebih banyak) (N=60-100x/menit)
S     : menurun (gangguan perfusi jaringan) (N=36,5 - 37,5 C)
RR  : takipnea, irama ireguler dangkal (kompensasi tubuh terhadap kebutuhan
metabolisme tubuh yang membutuhkan pasokan O2 lebih banyak) (N=16-24x/menit)
·         Head to Toe
a.    Kepala        : simetris, tidak ada benjolan abnormal
b.    Leher          : tidak tampak pembesaran kelenjar limfe, nyeri tekan (-) JVP (+),
denyut arteri carotis teraba normal
c.    Mata           : simetris, konjungtiva pucat, sclera unikterik
pengelihatan normal, luas lapang pandang normal
d.   Hidung       : simetris, mungkin tampak nafas cuping hidung, hiperventilasi
e.    Telinga        : simetris, tidak tampak secret berlebih, pendengaran baik
f.     Mulut          : mukosa pucat, kering, gigi dan lidah bersih batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak
g.    Payudara     : mukosa pucat, kering, gigi dan lidah bersih
h.    Dada                      
Jantung
Inspeksi      : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
Palpasi        : apeks terletak pada ICS 6 mid clavikula sinistra
Perkusi        : suara jantung pekak/redup
Auskultasi   : suara jantung tambahan S3 gallop, murmur
Paru-paru
Inspeksi      : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan
perut meningkat laju pernafasan meningkat
Perkusi        : hampir pada seluruh lapang paru berbunyi pekak/redup
Auskultasi   : Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi
hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
i.      Ekstremitas
Eks. Atas    : kulit pucat, sianosis, turgor menurun, banyak keringat, akral
dingin
Eks. Bawah : kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, akral dingin, mungkin tampak edema pada kaki

·         Pemeriksaan Penunjang
a.    Radiologi (X-Ray dada)
-       Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
-       Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
-       Kranialisasi vaskuler
-       Hilus suram (batas tidak jelas)
-       Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier) 
b.    Laboratorium
-       Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
-       Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
-       Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
c.    Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
d.   Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

3.2         Contoh Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS :
-       pasien mengatakan sesak nafas dan ndredek
DO :
-       TTV
TD  : menurun/hipotensi
N    : meningkat/takikardi
S     : menurun/hipotermi
RR  : meningkat/takipnea
-       Ekstremitas dan mukosa tampak pucat/sianosis
-       JVP (+)
-       Terdengar bunyi jantung tambahan S3 gallop
-       Palpasi teraba batas jantung pada ICS 6 (pembesaran)
-       EKG tampak kelainan seperti kenaikan segmen ST/T atau fibrilasi artial
-       X-Ray tampak adanya pembesaran jantung
-       Hasil Lab terdapat peningkatan enzim kardiospesifik
Penurunan kontraktilitas miokardial
Penurunan curah jantung
2.
DS :
-       Pasien mengatakan sesak nafas dan perutnya terasa penuh (begah), terengah-engah saat melakukan aktivitas ringan
-       DO :
-       TTV
TD  : menurun/hipotensi
N    : meningkat/takikardi kualitas
lemah
S     : menurun/hipotermi
RR  : meningkat/takipnea
-       Suara nafas krekels
-       hiperkapnea
-       AGD PCO2 > PO2
-       Ekstremitas dan mukosa tampak pucat/sianosis
-       BNP >300 nanogram
-       X-Ray dada Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)

Gangguan pertukaran Gas
3.
DS : pasien mengatakan ia sesak dan batuk produktif
DO :
-       TTV
TD  : menurun/hipotensi
N    : meningkat/takikardi
S     : menurun/hipotermi
RR  : meningkat/takipnea
-       Terdengar bunyi nafas krekels/stridor
-       Irama nafas irregular dan dangkal
-       X-Ray dada Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral) dan hillus suram
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

Ketidakefektifan pola nafas

3.3         Diagnosa Keperawatan
1.    Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi (perubahan membran kapiler-alveolus perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
2.    Penurunan curah jantung b.d perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
3.    Ketidakefektifan pola pernafasan b.d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
3.4         Contoh Rencana Keperawatan
No
NOC
NIC
1.
Keseimbangan cairan
-  Sesak hilang
-  Kadar Hematokrit normal
-  Edema perifer tidak terjadi
-  Turgor kulit baik
-  Tidak terjadi penignkatan BB secara mendadak
Eliminasi urin
-  Jumlah urine sesuai dengan intake
-  Intake cairan cukup
·      Manajemen cairan
1.  Kaji turgor kulit, adanya sesak
2.  Jaga intake, batasi dan menejemen sesuai kondisi
3.  Monitor BB pasien setiap hari
4.  Kaji adanya edema perifer
5.  Kolaborasi pemberian diuretic
6.  Monitor kadar hematokrit
·      Kateterisasi urin
7.  Pasang kateter
8.  Monitor output
3.
Status sirkulasi
-  Menunjukkan tanda vital dalam batas normal
-  Saturasi oksigen > 80%
-  Tidak adanya bunyi jantung tambahan
Status jantung paru
-  Denyut jantung apikal normal
-  Irama denyut normal
-  Tidak ditemukan sesak

·      Monitor TTV
1.    Monitor tekanan darah
2.    Palpasi denyut perifer
3.    Kaji adanya sesak
4.    Catat suara jantung
5.    Kaji adanya sianosis, saturasi oksigen
·      Perawatan gawat darurat
6.    Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disorientasi cemas dan depresi.
7.    Monitor tanda gejala pernafasan terancam
8.    Tanggap kondisi gawat darurat
·      Penggunaan obat
9.        Kolaboratif  pemberian diuretik
10.    Kolaboratif dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
11.    Kolaboratif  pemberian digoxin
2.
Status pernafasan : pertukaran gas
-    Menunjukkan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan
-    AGD normal, PO2>PCO2
-    Rontgen dada menujukkan hasil yang normal (tidak ditemukan cairan)
Status pernafasan : ventilasi
-       Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
-       Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
-       Bunyi nafas jelas dan bersih
-       TTV dalam rentang normal

·      Monitor pernafasan
1.    Monitor TTV setiap jam
2.    Monitor kecepatan, irama dan kedalaman nafas, catat adanya kesulitan
3.    monitor adanya suara nafas tambahan (adanya krekels)
4.    Pantau/gambarkan seri AGD, nadi oksimetri
·      Pengaturan posisi
5.    Atur posisi semi fowler dan bed rest
·      Terapi oksigen
6.    Kolaboratif pemberian O2 sesuai indikasi
7.    Monitor aliran O2
8.    Kolaboratif pemberian obat Bronkodilator
(NANDA, 2006)



BAB 4
PENUTUP
4.1         Kesimpulan
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut.
Gejala yang sering muncul antara lain adalah :
a.    Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu, rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur
b.     Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
c.    Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
d.   Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya.
4.2         Saran
4.2.1   Bagi Penulis
Sebaiknya lebih banyak membaca dan mencari referensi terkait dengan Acute Lungs Oedem agar  menambah pengetahuan dan wawasan,serta mengaktualisasikan pada proses menjadi perawat professional yang memahami tentang pioderma dan asuhan keperawatannya.

4.2.2   Bagi Perawat
Sebaikya perawat memiliki pengeatahuan lebih terkait bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Acute Lungs Oedem karena berhubungan dengan proses penyembuhan maka harus dilakukan tindakan yang tepat untuk masalah klien.
4.2.3   Bagi Pasien dan Keluarga
Sebaiknya pasien dan keluarga dapat dengan terbuka dalam memahami tentang Acute Lungs Oedem mulai dari pengertian, penyebab, tanda gejala terutama penatalaksanaannya.
4.2.4   Bagi Rumah Sakit
Sebaiknya pihak rumah sakit lebih mampu dalam meminimalisir perubahan perilaku negatif baik dari pasien maupun keluarga dengan fasilitas dan pengobatan yang memadai dalam pelayanan sehingga memberikan dukungan untuk kesembuhan pasien dengan Acute Lungs Oedem.














DAFTAR PUSTAKA
Baradero, m. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskular:seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Vol. 3. Jakarta: EGC.
Dongoes, & Marilynn. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
ESC. (2012). Guideline for the DiagnosisTreatment of Acute and Chronic Heart Failure. European Heart Journal, 47.
Hamric, A. B., & Spross, J. A. (2010). Advanced Nursing Practice Second Edition. Jakarta: EGC.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
NANDA. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC : Edisi 7. Jakarta: EGC.
Wilkins, L. W. (2002). Pulmonary Edema. In : Manual of Cardiovascular Diagnosis and Therapy. Chicago: Health Work Press.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK

Konsep teori dan askep Ketoasidosis Diabetikum (KAD) dan Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik (HHNK)

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS